TEMPO.CO, Jakarta - Penghuni Rumah Susun Tambora memprotes metode pembayaran listrik di rusun. Mereka harus membeli voucher di loket yang disediakan oleh pengelola di dalam rusun. "Masalahnya, loket buka sesuai jam kerja sementara warga ada yang suami dan istri sama-sama bekerja," kata Noviyanti, 31 tahun, kepada Tempo, Ahad 7 Juni 2015.
Perempuan yang tinggal di Tower B ini mengaku pernah merasakan dua hari gelap-gelapan karena pulsa listrik habis. Saat itu, kata dia, pulsa baru diketahui habis pada Jumat malam sehingga listrik di unitnya padam total pada Sabtu dan Ahad.
Novi mengatakan, voucher listrik tak dapat dibeli di supermarket atau minimarket seperti voucher listrik pada umumnya. "Harus beli di loket rusun," kata dia. Sementara itu, loket beroperasi Senin-Jumat mulai pukul 08.30-16.00. "Kalau keluarga yang satu rumah bekerja dan sekolah semua sampai sore, agak repot juga."
Meski jam buka loket dianggap tak mengakomodasi kebutuhan warga rusun yang bekerja, Novi mengatakan ada sisi positif membeli voucher listrik dari pengelola. "Nilai voucher sama seperti harga jualnya," kata dia.
Jika voucher listrik pada umumnya dikenakan biaya tambahan, misalnya untuk voucher Rp 50 ribu menjadi Rp 52 ribu, di sini tidak. "Yang kami bayar sesuai dengan yang didapatkan. Kalau Rp 50 ribu, ya bayar juga cuma segitu," kata dia.
Ketua RT 02, RW 11, Burhanuddin mengatakan tak ada masalah dengan pembelian voucher listrik. Ia mengakui beberapa warga terkendala oleh metode pembayaran menggunakan voucher yang harus dibeli di loket khusus di dalam rusun.
"Tapi saya tekankan kepada warga, kalau aliran listrik di rumah padam karena belum isi pulsa, dilarang menyambung listrik,' kata dia. Sebagai langkah antisipasi, kata dia, petugas beberapa kali akan mengingatkan warga soal jumlah pulsa listrik, terutama di hari Jumat," kata dia.
DINI PRAMITA