TEMPO.CO , Jakarta:Sebanyak lima ribu masyarakat Tambora mencanangkan gerakan anti tawuran. Aksi ini dihadiri oleh perwakilan dari pengurus wilayah (RT-RW-Lurah), Lembaga Musyawarah Kelurahan, Ormas, Organisasi Kepemudaan dan pelajar.
"Ini pernyataan sikap dari masyarakat Tambora yang bertekad untuk menjadikan wilayah Tambora bebas dari tawuran," kata Camat Tambora Mursidin kepada Tempo, Jumat 11 Juni 2015.
Mursidin mengatakan Gerakan Masyarakat Anti Tawuran muncul karena berbagai aksi pertikaian antar kelompok pemuda yang terjadi. "Meskipun Tambora hanya sebagai tempat perlintasan dan tempat kejadian perkaranya, itu sangat meresahkan warga," kata dia. Menurut Mursidin, warganya tak pernah ikut serta dalam pertikaian tersebut.
Mursidin merujuk pada peristiwa tawuran antar remaja yang terjadi Ahad, 31 Mei 2015. Pertikaian antara kelompok Taman Sari versus Penjaringan tersebut terjadi pukul 04.20 dini hari tepat di RT 01 RW 01 Kelurahan Duri Utara. Akibatnya, Rony Gunawan (24 tahun) dan Alamsyah (17 tahun) yang merupakan warga Kelurahan Keagungan, Taman Sari, Jakarta Barat tewas karena luka bacok.
Mursidin mengatakan Gerakan Masyarakat Anti Tawuran ini akan diimplementasikan ke dalam tujuh titik pos terpadu. Ketujuh pos tersebut berada di Krendang, Roa Malaka, Jembatan Besi, Jembatan Lima, Tanah Sereal, Angke dan Pekojan. "Ini posko permanen yang mengintensifkan peran tiga pilar di posko-posko terpadu yang telah ada," kata dia.
Sebelumnya, Kapolsek Tambora, Komisaris Polisi Whirdanto Hadicaksono mengatakan akan mendirikan pos di tujuh titik yang rawan gejolak. Posko ini, kata dia, bersifat mobile sehingga dapat mendeteksi bibit-bibit kerawanan konflik. "Satu posko ada 20-30 personil yang terdiri dari anggota tiga pilar," kata Whirdanto.
Whirdanto menuturkan pada saat Sabtu dan Ahad, kegiatan di pos akan lebih diintensifkan. Sebab, kata dia, potensi kerawanan konflik meningkat saat malam libur. "Jam kerawanan biasanya dimulai pukul 00.00 hingga pukul 05.00," kata Whirdanto.
Tambora adalah salah satu daerah yang menjadi perbatasan langsung antara Jakarta Barat dengan Jakarta Utara. Oleh sebab itu, Tambora dinilai memiliki potensi konflik tinggi. Untuk meminimalisir konflik yang muncul di daerah perbatasan, Camat Tambora meminta polisi untuk mengintensifkan razia di perbatasan.
Jika razia dilakukan di perbatasan, kata dia, remaja yang membawa minuman beralkohol tinggi dan membawa senjata tajam otomatis akan ditangkap oleh polisi terlebih dahulu sebelum sempat berbuat anarkis. "Jadi dia tidak bisa tawuran di Tambora," kata Mursidin. Selain itu, ia juga meminta peran aktif masing-masing sekolah untuk mencegah para pelajar melakukan tawuran usai jam sekolah.
Ia juga mengancam akan mencabut Kartu Jaminan Sehat dan Kartu Jaminan Pintar warga yang ikut tawuran. "Supaya ada efek jera," kata dia. Ia optimistis program ini dapat berjalan dengan baik dan memerangi tingginya kasus tawuran yang terjadi di wilayah Tambora.
DINI PRAMITA