TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memprotes metode audit Badan Pemeriksa Keuangan. Sikap itu muncul lantaran pemerintah DKI memperoleh predikat wajar dengan pengecualian pada laporan keuangan 2014. Sementara itu, banyak daerah lain yang pengelolaan anggarannya tak lebih baik daripada DKI justru memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian.
Gubernur yang biasa disapa Ahok itu bahkan terheran-heran dengan hasil pemeriksaan BPK. Sebab ada beberapa proyek yang justru merugikan keuangan negara justru tak dicatat sebagai temuan mencurigakan. “Saya sudah tahu alasannya. Karena proyek itu lewat proses lelang, sehingga dianggap beres,” ujar Ahok di Balai Kota, Selasa, 7 Juli 2015.
Dia menambahkan, pengadaan barang dan jasa yang melalui proses lelang belum tentu bebas dari unsur penyimpangan anggaran. Sebab celah penyimpangan bisa diciptakan lewat penggelembungan anggaran. “Seharusnya yang melakukan markup itu ditangkapi semua,” kata Ahok.
BPK menyampaikan 70 temuannya di laporan keuangan DKI dalam rapat paripurna DPRD kemarin. Temuan itu mencakup proyek bernilai total Rp 2,16 triliun. Temuan itu terdiri atas proyek yang terindikasi mendatangkan kerugian daerah senilai Rp 442 miliar dan berpotensi merugikan daerah Rp 1,71 triliun. Lalu kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 3,23 miliar, belanja administrasi Rp 469 juta, dan pemborosan Rp 3,04 miliar.
RAYMUNDUS RIKANG