TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menolak rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan ihwal Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat. Menurut Ahok, sapaan akrab Basuki, tindakan Pemerintah Provinsi DKI membeli tanah seluas 3,7 hektare untuk rumah sakit itu sudah tepat.
"Saya tak terima dibilang pembelian lahan itu kemahalan," kata Ahok saat ditemui di Lapangan IRTI Monas, Jakarta Pusat, Rabu, 8 Juli 2015.
Ahok menambahkan, pemerintah DKI membayar harga lahan itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam aturan tersebut dikatakan pembelian tanah di bawah 5 hektare, selama harganya mengikuti appraisal dan bersertifikat, bisa langsung dibeli pemerintah daerah.
Karena itu, pemerintah DKI langsung membeli lahan RS Sumber Waras pada 2014. Bahkan, kata Ahok, karena harga nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan itu di bawah harga appraisal, Pemprov DKI membelinya sesuai dengan NJOP, yaitu Rp 880 miliar. Namun audit BPK menyatakan harga pembelian ini lebih mahal Rp 191 miliar dibanding harga yang wajar berdasarkan NJOP bangunan sekitarnya.
"Masalahnya, BPK membandingkan NJOP tahun 2013 dengan 2014. Jelas beda," katanya.
Adapun Ciputra Group hampir membeli rumah sakit itu pada 2013. Ahok mengatakan harga yang ditawarkan kepada Ciputra jauh lebih murah karena Ciputra berpikir bisa "bermain" dengan Pemprov dan mengubah peruntukannya dari aspek kesehatan menjadi komersial. Namun penjualan itu urung dilakukan karena Gubernur Jakarta saat itu, Joko Widodo, melarang komersialisasi lahan sekolah dan rumah sakit.
"Untuk menghindari kebangkrutan, Pemprov membantu RS dengan membeli lahannya," kata Ahok.
Hal yang aneh bagi Ahok yakni BPK mengaudit pembelian lahan tersebut dan memaksakan harganya sama dengan harga yang ditawarkan kepada Ciputra. Selain itu, ia mempertanyakan tindakan BPK yang membandingkan NJOP daerah Tomang dan Kyai Tapa dengan RS Sumber Waras. Padahal wilayah Tomang dan Kyai Tapa adalah perumahan, yang harga lahannya berbeda dengan harga rumah sakit.
Selain itu, Ahok tak menerima saran BPK mengembalikan selisih NJOP. Sebab jika saran itu dipenuhi, ada kemungkinan Pemprov kehilangan lahan karena harus membatalkan transaksi. Ahok juga sewot karena BPK menganggap kehilangan satu aset bukan masalah karena lahan DKI sudah banyak.
"Terserah saya, dong, sejak kapan BPK jadi atur-atur kami beli lahan? Itu urusan kami!" kata Ahok.
YOLANDA RYAN ARMINDYA