TEMPO.CO, Jakarta - Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat, mengatakan bekas luka yang dialami GT bukan bekas gergaji.
Berdasarkan hasil visum, kata dia, tidak dikatakan luka yang ada di tangan GT, 12 tahun, disebabkan oleh gergaji. "Dari awal pun korban tidak mengatakan dia digergaji tangannya," kata Wahyu, Kamis, 9 Juli 2015.
Wahyu juga mengatakan hasil visum hanya menunjukkan ada bukti kekerasan berdasarkan bekas luka lama dan luka baru di bibir. "Hasil visum tidak menyebutkan luka ini secara spesifik kena apa," kata dia. Hanya saja, kata Wahyu, terlihat jelas bekas luka yang ada di tubuh GT.
Sebelumnya aktivis FNO (Family Number One) Community dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia di Safe House, Cibubur, Susi, mengatakan menemukan luka lebam dan luka seperti bekas digergaji pada tubuh bocah 12 tahun tersebut.
"Banyak bekas luka. Ada lebam baru di pipi sebelah kanan dan ada bekas pukulan. Ada baret juga di tangan seperti bekas gergaji," kata Susi.
GT dikabarkan kerap mengalami siksaan dari ibunya. Anak laki-laki ini sempat kabur dari rumahnya lalu diamankan seorang tetangga. Saat ditemukan, terdapat banyak luka di tubuh GT. Setelah itu, sang anak dibawa ke KPAI.
Sekretaris Jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mengatakan pihaknya sudah mengamankan GT di sebuah tempat. Oleh KPAI, kasus kekerasan ini langsung dilaporkan ke Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan. "Sudah bertahun-tahun dia dipukul, disundut rokok, sampai dilempar mangkuk," ujar Erlinda.
Sharon sendiri menyebutkan pernah melaporkan kehilangan anaknya ke Polsek Kebayoran Lama. Ia menuturkan anaknya terakhir kali terlihat pada 26 Juni 2015. Saat itu, dia menyuruh anaknya untuk menyiram tanaman di depan rumah. "Tapi pas saya cek, tanamannya masih kering," kata dia.
Atas perbuatannya, Sharon dikenakan pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman yang menanti Sharon, kata Wahyu, hukuman pidana tiga tahun penjara.
DINI PRAMITA | NINIS CHAIRUNNISA