TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berencana mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung menelaah audit Badan Pemeriksa Keuangan. Khususnya soal pembelian lahan sekitar 3 hektare Rumah Sakit Sumber Waras yang dianggap kemahalan Rp 191 miliar. “Audit BPK tendensius sekali,” katanya di Balai Kota, Jumat, 10 Juli 2015.
Pemerintah DKI berencana bertemu dengan pengurus RS Sumber Waras hari ini, Jumat, 10 Juli 2015. Pertemuan ini dilakukan untuk membahas skema pembatalan pembelian lahan yang bakal dipakai untuk membangun sumah sakit khusus kanker. Padahal pemerintah DKI sudah membayar lunas Rp 880 miliar.
Ahok, sapaan akrab Basuki, menambahkan, BPK mencatat pemerintah DKI membeli lahan itu tak melalui proses taksir harga (appraisal), melainkan dengan banderol nilai jual obyek pajak (NJOP). Padahal, menurut Ahok, harga appraisal pasti jauh lebih tinggi dibanding NJOP. “Audit BPK ini cuma prosedural, bukan substansial,” ujarnya.
Ahok mengatakan mencari lahan di tengah kota dengan banderol harga NJOP dan berstatus siap bangun tak mudah. Sedangkan BPK meminta transaksi itu dibatalkan. “Ada enggak orang yang mau jual tanah di tengah kota pakai NJOP?” ucapnya.
Sementara itu, Ahok menganggap alasan BPK meminta pembelian lahan itu dibatalkan sangat tak masuk akal. Sebab lembaga audit keuangan itu menyebutkan pemerintah DKI sudah punya banyak aset tanah. Padahal, berkaca dari contoh kepemilikan ruang terbuka hijau, kata Ahok, DKI baru bisa memenuhi 8,5 persen lahan hijau dari syarat minimal 30 persen yang wajib disediakan. “Sejak kapan DKI punya banyak tanah? Itu alasan pembenaran saja,” kata Ahok.
RAYMUNDUS RIKANG