TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, tak bisa memuluskan niatnya untuk mengubah peruntukan rumah jamaah Ahmadiyah sebagai tempat ibadah. Basuki mengatakan, dirinya terhalang Peraturan Daerah tentang tata ruang wilayah DKI.
"Kepala Dinas Tata Kota memberi saran agar saya patuhi mekanismenya," kata Basuki kepada Tempo, Kamis, 16 Juli 2015.
Menurut Ahok, sapaan Basuki, berdasarkan penjelasan Kadis Tata Kota, Iswan Achmadi, kegiatan tempat ibadah di perumahan diizinkan dengan syarat mendapatkan persetujuan dari warga sekitar, tokoh masyarakat, dan lurah.
Aturan ini tercantum dalam Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. Jika kegiatan jamaah Ahmadiyah dianggap menganggu masyarakat, pemda tak dapat menyetujui perubahan peruntukan tersebut.
Karena itu, keputusan rapat pimpinan Senin kemarin untuk menyetujui adanya tempat ibadah di zona perumahan harus ditunda. Keputusan ini baru bisa dibawa saat evaluasi pembahasan rancangan tata ruang pada periode yang baru, yakni pada 2019.
Ahok pun tetap pada pendapatnya bahwa ada hal yang tidak adil dalam penentuan tempat ibadah ini. Dia mencontohkan, hampir semua masjid di DKI tak sesuai peruntukan zonasi. Tapi, masjid bisa tetap berdiri karena tak ada masyarakat yang meributkannya. "Ini namanya tidak ada keadilan dan ketaatan pada konstitusi yang tebang pilih," kata Ahok.
Ahok tetap akan memfasilitasi semua umat berama untuk beribadah. Pokoknya, kata dia, pemerintah tidak bisa larang peribadatan selama tidak mengganggu orang lain.
Sebelumnya, Ahok mengizinkan rumah jamaah Ahmadiyah di Tebet untuk dijadikan tempat ibadah Ahmadiyah. Bahkan, Ahok sudah disposisi ke Dinas Penataan Kota untuk mengubah peruntukan rumah itu menjadi tembat ibadah. "Semua orang tetap punya hak beribadah kan," katanya.
YOLANDA RYAN ARMINDYA