TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Matthew Lenggu mengatakan lembaganya menemukan beberapa pelanggaran yang dilakukan Pemerintah provinsi DKI Jakarta pada insiden pembongkaran paksa Kampung Pulo yang terjadi pada Kamis, 20 Agustus 2015. Pelanggaran tersebut berupa kekerasan yang dilakukan Kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja.
"Ada tiga pelanggaran yang kami temukan pada tiga hari pembongkaran," kata Matthew di Kampung Pulo, Jatinegara, Rabu, 26 Agustus 2015.(Baca:Ahok Mengaku Capek Dikepung Omongan Komnas HAM dan Komnas HAM: Terjadi Pelanggaran HAM di Kampung Pulo)
ertama, dia menuturkan, pelanggaran tersebut berupa pergerakan Satpol PP yang merangsek masuk ke pemukiman warga tanpa melakukan upaya musyawarah.
Kedua, pemerintah melakukan penggusuran tanpa memberikan surat perintah pembongkaran secara tertulis. Ia mengatakan pemberitahuan pembongkaran hanya disampaikan kepada Lurah dan disebarkan melalui pesan pendek.
Ketiga adanya tindakan pengamanan berlebihan dengan menurunkan 4 kompi anggota kepolisian, ribuan Satuan Polisi Pamong Praja dan TNI angkatan darat.
Ia menyayangkan keterlibatan TNI dalam penggusuran. "TNI dan Polri tidak berwenang. Aparat juga tidak represif," kata dia.
Ia juga menyayangkan tidak adanya standar operasi prosedur dalam penggusuran dan tidak dilakukannya upaya musyawarah dalam melakukan penggusuran. LBH Jakarta berharap adanya tindakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan.
Ia berharap pemerintah juga membentuk peraturan daerah yang mengatur penggusuran yang mengadopsi standarbhak azazi manusi.
LBH Jakarta juga menuntut agar pemerintah melakukan penggantian ganti rugi kepada warga atas tindakan penggusuran paksa. LBH Jakartabjuga berharap pemerintah mencari solusi-solusi altermatif pembangunan kota tanpa penggusuran. (Baca: Penggusuran Kampung Pulo, Apa Penyebab Ricuh Warga vs Aparat)
MAYA NAWANGWULAN