TEMPO.CO, Depok - Penggusuran lahan 2.000 meter yang terdiri atas sembilan kelas untuk siswa TK dan SMP dikecam berbagai kalangan. Soalnya, pembongkaran tersebut melanggar perjanjian antara Yayasan Bina Insan Mandiri, Pemerintah Kota Depok, dan PT Andyka Investa selaku pengembang terminal terpadu di kawasan itu.
Dzulfikar Akbar Cordova, 21 tahun, alumni Master, yang lolos masuk Universitas Indonesia dari jalur siswa berprestasi, mengaku kecewa dengan pembongkaran itu. Menurut dia, seharusnya pembongkaran tidak dilakukan sebelum ada bangunan pengganti. (Baca: Hebat, Pengamen yang Hidup Nomaden Ini Bisa Kuliah di UI)
"Janjinya mau ada ruang kelas pengganti baru dibongkar. Tapi mereka melanggar janji," kata Dodo—sapaan Dzulfikar—kepada Tempo, Selasa, 8 September 2015.
Dodo menuturkan, untuk mencegah ketegangan antara sekolah dan pengembang, sekolah Master membongkar sendiri bangunan tersebut. "Awalnya mereka yang bongkar, tapi kami minta hentikan. Dan kami bongkar sendiri biar situasi cair," tuturnya.
Pria berkulit putih ini mengatakan, Senin pekan depan, sejumlah mahasiswa dari UI dan Universitas Negeri Jakarta akan melakukan protes terhadap pembongkaran itu. Namun unjuk rasa bukan dilakukan dengan menggelar demonstrasi seperti biasa, melainkan memperlihatkan prestasi sekolah Master sejak berdiri sampai sekarang. (Baca: Bisa Masuk UI, Pengamen Ini Ingin Jadi Ahli Ekonomi)
Menurut dia, keberadaan Master justru membantu pemerintah mengatasi masalah sosial di Depok. Banyak pengamen jalanan yang saat ini tidak lagi turun ke jalan dan sudah bisa diberdayakan. Bahkan tidak sedikit yang berprestasi.
"Memang lahan itu milik pemerintah. Tapi harus berkaca juga pada kontribusi. Jangan seenaknya melanggar janji," ucapnya.
Pemerintah Kota Depok dan PT Andyka Investa dinilai melanggar perjanjian pembongkaran sembilan kelas Sekolah Masjid Terminal di lahan seluas 2.000 meter persegi. Kepala Yayasan Bina Insan Mandiri, Nurohim, mengatakan awalnya Master mempunyai lahan seluas 6.000 meter.
Namun hanya 4.000 meter yang mempunyai sertifikat, sedangkan 1.400 meter tanah untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum. Adapun 600 meter hibah dari PT Purnama Raya, pembangun awal Terminal Depok. "Ada 120 siswa TK dan 380 siswa SMP yang menumpuk belajar gantian di musala karena sembilan kelas sudah dibongkar," katanya. (Baca: Pembongkaran Sekolah Master Diduga Langgar Perjanjian)
IMAM HAMDI