TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah perempuan dan komunitas budaya di Indonesia menolak keterlibatan penyair Sitok Srengenge dalam perhelatan Singapore Writers Festival yang akan digelar di Singapura, 30 Oktober-8 November 2015. Lewat surat terbuka, mereka menyampaikan protes keras kepada panitia.
“Kami sangat kecewa bahwa nama yang muncul sebagai salah satu pembicara adalah Sitok Srengenge. Sejak tahun 2013, Sitok Srengenge telah ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual,” tulis Saras Dewi, dosen filsafat di Universitas Indonesia, dalam surat terbuka yang dilayangkan kepada panitia Singapore Writers Festival, Ahad, 4 Oktober 2015.
Saras Dewi bersama sejumlah pihak yang ikut menandatangani surat terbuka itu mengapresiasi panitia festival karena memperkenalkan sastra Indonesia kepada masyarakat Asia. Namun Saras menilai dilibatkannya Sitok dalam festival tersebut tidak tepat.
“Ini adalah cara yang sulit bagi orang Indonesia, khususnya perempuan, untuk menyuarakan kesengsaraan mereka melawan kekerasan seksual,” katanya.
Saras meyakini sastra adalah instrumen untuk menyuarakan perjuangan perempuan dan juga cara untuk mendidik masyarakat. Untuk itu, ia mengimbau kepada panitia festival untuk menarik nama Sitok Srengenge dari acara tersebut sebagai upaya pemberantasan kekerasan seksual di Indonesia.
Saras mengklaim langkah ini didukung banyak pihak yang terdiri atas 133 individu, di antaranya ulama, dosen, mahasiswa, aktivis, penyair, penulis, dan 19 organisasi masyarakat dari berbagai komunitas budaya dan sosial. Pihak-pihak tersebut, menurut Saras, memiliki kepedulian mendorong sastra sebagai suara bagi mereka yang telah mengalami tindakan menyimpang.
DANANG FIRMANTO