TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak main-main terhadap ancaman pemecatan. Meski tak sebanyak yang diklaim Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sepanjang Januari-September ada 273 pegawai yang dihukum karena mangkir bekerja.
Dari jumlah itu, 60 orang dipecat secara hormat dan delapan orang secara tak hormat. Mereka, yang dipecat secara tidak hormat, berhenti dengan status tak mendapat pensiun. “Sekarang, siapa pun yang menyimpang akan dihukum. Jadi, bukan basa-basi," kata Kepala Inspektorat Pemerintah Provinsi Jakarta Lasro Marbun, Selasa, 20 Oktober 2015.
Hukuman terbanyak didominasi oleh jenis pelanggaran berat. Sebanyak 127 pegawai turun pangkat atau dimutasi dan dipotong tunjangannya akibat melakukan pelanggaran berat, seperti tak masuk kantor lebih dari 47 hari kerja, melakukan tindak pidana, berselingkuh, menyalahgunakan anggaran dan wewenang, serta bercerai tanpa izin atasannya.
Baca juga:
Kabut Asap Riau:Bocah yang Meninggal Tak Punya Riwayat Sakit
Ini Pengakuan Mahasiswi UI yang Diculik tentang Penyekapnya
Pelanggar tersebar di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Ada 34 pejabat di tingkat dinas, delapan di biro, dan 10 pejabat di tingkat badan. Sisanya, tersebar di kecamatan dan kelurahan.
Jakarta Timur mendominasi jumlah pegawai yang melakukan pelanggaran berat. Menurut Lasro, pelanggaran berat dilakukan oleh staf di level bawah.
Inspektorat, kata Lasro, mengetahui pelanggaran para pegawai itu berdasarkan laporan masyarakat, atasan, bawahan, dan hasil inspeksi. Laporan masyarakat sebagian besar berupa absensi dan penyalahgunaan wewenang.
Dari laporan itu, pimpinan SKPD akan diminta membuat berita acara perkara, lalu diserahkan ke kantor kepegawaian tingkat kota, kantor wali kota, dan Badan Kepegawaian Daerah. Lasro terus memantau pemrosesan sanksi hingga surat keputusan dikeluarkan. “Saya evaluasi kalau ada yang mandek atau lama,” kata Lasro.
Para pelanggar berat dikenai sanksi turun pangkat selama tiga tahun dan tak menerima tunjangan selama 24 bulan. Setelah restrukturisasi gaji, pegawai Jakarta menerima upah sebulan Rp 9-80 juta. Tunjangan merupakan komponen upah terbesar. Seorang lurah, yang bergaji pokok Rp 3 juta, bisa mendapatkan upah Rp 30 juta.
Sanksi kedua adalah pemindahan sekaligus penurunan jabatan setingkat dan tidak terima tunjangan selama 30 bulan. Ketiga, pembebasan jabatan dan tidak menerima tunjangan selama 36 bulan. Keempat, pemberhentian dengan hormat dan tetap menerima pensiun; dan terakhir pemberhentian dengan tidak hormat tanpa menerima pensiun.
Simak juga:
Begini Jejak Politik Dewie dan Klan Yasin Limpo
Mahasiswi UI Diculik, Polisi: Ada 2 Kelompok Beroperasi
Kepala Bidang Pencegahan dan Investigasi Inspektorat Provinsi DKI Jakarta Sukiman mengatakan pemberhentian pegawai merupakan pilihan terakhir yang diambil Inspektorat. “Tiap pelanggaran, prosedur sanksinya macam-macam. Tapi, pemberhentian tetap atas izin gubernur,” kata Sukiman.
Lasro mengatakan pemecatan dan pemotongan tunjangan adalah sanksi yang paling ditakuti pegawai Jakarta saat ini. Ia berharap hal itu akan membuat efek jera karena punya payung hukum, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 193 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Daerah. "Kalau hanya teguran, daya ungkitnya terhadap kinerja pegawai tak signifikan," kata dia.
PUTRI ADITYOWATI | VINDRY FLORENTIN