TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pengupahan, Sarman Simanjorang, menyatakan lembaganya sudah bersepakat memakai rumus lama, mengacu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dalam menentukan upah minimum provinsi (UMP) 2016. "Kami tak pakai rumus berdasarkan Peraturan Pemerintah 78 Tahun 2015," ucap dia di Balai Kota, Selasa, 27 Oktober 2015.
Karena, kata Sarman, Dewan Pengupahan sudah menetapkan kebutuhan hidup layak (KHL) sebesar Rp 2.980.204 berdasarkan empat kali survei dari Juni-Oktober. Alasan lainnya karena buruh masih banyak yang menolak Peraturan Pemerintah Nomor 78. "Kami juga baru menerima salinan peraturannya kemarin," ucap Wakil Kepala Kamar Dagang dan Industri Jakarta itu.
Ia menjelaskan, rumus menetapkan UMP dalam PP Nomor 78 tak jauh berbeda dengan formula yang lama. Dalam aturan baru itu, rumus menentukan UMP yakni besaran UMP sekarang ditambah UMP sekarang dikali dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Adapun rumus lama yakni KHL ditambah dengan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Karena tak berbeda jauh dan aturan baru buruh masih tak setuju, Sarman berujar, rapat Dewan Pengupahan besok langsung membahas penentuan UMP 2016 memakai formula lama. "Saya ingin KHL ditetapkan sebagai UMP 2016," ucap anggota Dewan Pengupahan dari unsur pengusaha ini.
Menurut Sekretaris Dewan Pengupahan Hadi Broto, yang menentukan memakai formula mana dalam menentukan UMP adalah gubernur. Dewan Pengupahan, kata dia, hanya merekomendasikan formula mana yang cocok untuk Jakarta. "Semuanya tergantung gubernur."
Adapun Ketua Federasi Buruh Lintas Pabrik, Jumisih, menyatakan menolak PP Nomor 78. Soalnya, kata dia, aturan tersebut tidak berpihak kepada buruh. "Kami minta pemerintah mencabut aturan itu," ucapnya.
Ia mengatakan buruh akan berdemo di Istana Negara pada Jumat, 30 Oktober 2015. "Kami akan menurunkan buruh sebanyak 50 ribu," katanya.
ERWAN HERMAWAN