TEMPO.CO, Depok - Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengatakan Pemerintah Kota Depok kekurangan pegawai negeri sipil (PNS). Bahkan, ia menilai jumlah PNS jomplang dengan jumlah warga yang dilayani. Apalagi setiap tahun ada penyusutan jumlah PNS karena pensiun, yakni 200-300 orang.
Ia menerangkan, pada 2006, jumlah PNS di Depok mencapai lebih dari 8.000 orang dengan jumlah penduduk saat itu baru 1,6 juta orang. Sedangkan data yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil per April 2015, penduduk Depok mencapai 2,043 juta orang dengan jumlah PNS 7.690 orang. "Secara makro seharusnya jumlah PNS di Depok bertambah. Tapi, faktanya harus berkurang setiap tahun," kata Nur Mahmudi, Rabu, 28 Oktober 2015.
Menurut poliitkus Partai Keadilan Sejahtera ini, pemerintah pusat memang sedang melakukan moratorium PNS. Selain itu, pemerintah juga sedang menggencarkan efisiensi kinerja. Tapi, untuk formasi dan proporsi jumlah PNS di Depok tetap jomplang dengan kota lain. Depok kekurangan sedikitnya 3.000 PNS. Idelanya, satu orang PNS melayani 100-150 orang.
Depok ingin sukses dan moncer melayani warganya. Untuk itu, perlu penambahan PNS di kota ini. Bahkan ada di wilayah lain, satu orang PNS melayani 120 orang, bahkan 98 orang. "Penambahan itu paket hematnya, untuk memenuhi paket kerja yang idealnya," ucapnya.
Sebagai contoh, kata dia, di Kota Depok perbandingan PNS dan warga ialah 1:270 orang, Bekasi 1:183 orang, Medan 1:109 orang, Bandung 1:105 orang. Bahkan, pegawai dan jumlah penduduk juga sangat jomplang. Bogor memiliki penduduk 1,32 juta jiwa dengan jumlah PNS 9.105 orang. Magelang berpenduduk 1,2 juta orang dengan jumlah PNS 11.625 orang. Sedangkan Makassar berpenduduk 1,94 ribu orang dengan jumlah PNS 13.000 orang, atau 1:94.
Meski begitu, kata dia, kekurangan ini dapat ditutupi dengan meningkatkan soliditas dan memberikan ruang inovasi bagi PNS sehingga jumlah kekurangan tersebut bisa sedikit diatasi. "Kami terus meningkatkan upaya inovasi," ucapnya.
Dalam upaya menekan pertumbuhan penduduk, Depok sudah mengalami penurunan, yakni dari empat persen menjadi tiga persen. Artinya, arus urbanisasi telah dicegah. Salah satu caranya dengan melakukan penertiban penduduk, pemanfaatan fasos dan fasum yang melarang keras kaki lima, serta menertibkan batasan luas minimal properti landed housing 120 meter per kavling. "Ini yang akan membatasi mereka pindah ke Depok," ucapnya.
Ia melanjutkan, Depok tidak bisa melarang siapa pun masuk ke kota ini. Sebab, indikator kesuksesan suatu kota bukan dari perubahan atau menekan jumlah penduduk. Tapi, bagaimana suatu kota mengelola warganya dengan baik sehingga tidak terjadi ledakan penduduk yang cukup signifikan. "Selama ini bisa teratasi dan tetap menjaga dengan berbagai inovasi yang dilakukan," ujarnya.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Depok Sri Utomo mengatakan selama dua tahun ke depan, tidak ada formasi PNS baru. Memang jumlah PNS di Depok terus berkurang. Tahun ini saja, kata dia, ada 185 orang yang bakal pensiun. Sedangkan 2016, ada 182 orang yang pensiun. "Pensiun jalan, penambahan tidak ada. Jadi gerondol banyak PNS Depok."
Bahkan di setiap kelurahan yang seharusnya ada lima pejabat fungsional, di Depok hanya ada dua sampai tiga pejabat. Soalnya, kata dia, jumlah PNS di Depok sebagian besar adalah guru, yang jumlahnya lebih dari 4.000 orang.
Kekurangan jumlah PNS ini mengharuskan tiap pejabat Depok melakukan inovasi. Sebab, sudah tidak boleh lagi menggunakan tenaga honorer. "Jadi, caranya harus bisa menyiasati jumlah tenaga yang kurang ini," ucapnya.
IMAM HAMDI