TEMPO.CO, Jakarta - PT Godang Tua Jaya dan PT Navigation Organic Energy Indonesia menggunakan Yusril Ihza Mahendra untuk menghadapi konfliknya dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Perseteruan ini terkait dengan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Kota Bekasi.
Yusril langsung membuat serangan dengan menuding Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok lalai atau wanprestasi. "Pemda DKI gagal mengolah sampah di Jakarta, di beberapa tempat pembuangan, seperti Sunter, Marunda, dan Cilincing. Akibatnya seluruh sampah DKI ditimpuk di satu tempat, Bantargebang," ujar Yusril di kantornya, Gedung Kasablanka Tower, Jakarta Selatan, Selasa, 3 November 2015.
Kegagalan itu, kata Yusril, membuat sampah Jakarta yang dikirim ke Bantargebang meningkat volumenya. Tahun 2008, ada 4.500 ton, lalu naik jadi 5.173 ton pada 2011. Pada Juli-Agustus 2011, naik lagi menjadi 6.344 ton. Peningkatan volume sampah ini, ujar Yusril, tidak sesuai dengan lampiran perjanjian antara pemerintah DKI dan kedua kliennya sebagai perusahaan yang mengelola sampah di Bantargebang.
Akibat hal tersebut, terjadi gangguan yang mengakibatkan pengelolaan sampah menjadi tidak maksimal. "Sistem pengambilan gas dari landfill menjadi terganggu dan tidak optimal," katanya. Kelebihan sampah menyebabkan pengelola tak mampu mengolah sampah dengan maksimal. Padahal hasil kelola menentukan pendapatan perusahaan.
Dalam kontrak, PT Godang Tua Jaya bertugas mengolah sampah menjadi kompos. Sementara PT Navigate mengubah sampah menjadi energi seperti listrik. "Kalau sampah terus datang dalam jumlah besar, kami kesulitan memproduksi listrik," ujar Direktur Utama PT Navigate Agus Nugroho Santoso.
Pengelola mengatakan tipping fee yang digunakan untuk kegiatan operasional tidak cukup sehingga mereka meminta tambahan. Dana operasional di antaranya termasuk biaya cover soil, pengelolaan air sebelum dialirkan ke sungai, operasi alat berat, pegawai, serta penghijauan.
Dalam perjanjian, tipping fee seharusnya sebesar Rp 400 ribu per ton. Namun sekarang hanya diberikan Rp 125 ribu. "Setelah dipotong pajak, yang diterima kurang dari Rp 100 ribu," kata Yusril. Direktur Utama PT Navigate mengatakan standar tipping fee di luar negeri adalah lebih dari US$ 16.
Yusril mengajak pemerintah DKI, termasuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, duduk bersama menyelesaikan masalah karena kedua pihak sama-sama wanprestasi. "Kami bukan mau mengajak pemerintah bertanding di pengadilan, mari duduk bersama," katanya. Yusril telah mengirim surat tanggapan atas surat peringatan yang sebelumnya mereka terima dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Isnawa Adji mengakui lembaganya wanprestasi karena belum bisa mengirimkan sampah ke Bantargebang sesuai dengan perjanjian yang disepakati dengan PT Godang Tua Jaya. "Kami mengakui bahwa kami wanprestasi, tapi kami memiliki alasan mengapa kami gagal menaati kontrak," ujar Isnawa ketika dihubungi Tempo, Senin, 2 November 2015.
Isnawa menjelaskan, Dinas Kebersihan belum memiliki pengelolaan sampah terpadu Intermediate Treatment Facility (ITF). Pembangunan ITF tertunda lantaran mekanisme lelang dan teknologi yang akan digunakan belum beres. Akibatnya, ujar Isnawa, volume sampah dari Ibu Kota yang dibuang ke Bantargebang mencapai 6.500 ton per hari. "Karena tak ada alternatif lain, terpaksa kami buang sampah ke Bantargebang," ucapnya.
EGI ADYATAMA | VINDRY FLORENTIN | GANGSAR PARIKESIT