TEMPO.CO, Depok - Polisi berhasil mengungkap pembuatan data administrasi berupa KTP elektronik, akte kelahiran, dan buku nikah palsu. Pemalsu data administrasi ini merupakan jaringan kejahatan untuk meminjam duit ke bank. Pelaku, Hary Purnomo, 41 tahun, ditangkap di rumahnya di Jalan Raya Sukatani RT1 RW4 Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Selasa pekan kemarin.
Kepala Polresta Depok Komisaris Besar Dwiyono mengatakan tersangka merupakan jaringan pemalsu identitas yang sudah terorganisasi. Kartu identitas dibuat untuk tindak kejahatan. "Untuk meminjam duit dengan identitas palsu," kata Dwiyono, Senin, 16 November 2015.
Jaringan ini mematok biaya Rp 400 ribu untuk membuat KTP elektronik palsu, akta kelahiran Rp 700 ribu, dan buku nikah Rp 700 ribu. Selain itu, setiap transaksi peminjaman duit dari bank berhasil, jaringan ini mendapatkan fee 10 persen dari transaksi pelanggannya.
"Mereka membuatkan identitas palsu pelanggannya. Sindikat ini sudah dua tahun beroperasi di Depok," ucap Dwiyono.
Dwiyono menuturkan KTP elektronik palsu yang dibuat jaringan ini sangat mirip dengan yang asli. Mereka memasukkan identitas dan foto dengan cara di-scan, baru di-print menggunakan plastik ID card. Setelah selesai, dipotong sesuai dengan ukuran blangko KTP elektronik dan ditempelkan pada blangkonya.
Catatan kriminal jaringan ini telah membuat 30 KTP elektronik palsu, 30 KK palsu, 30 SKU palsu, tiga akte cerai, empat akte kematian, dan lima akte kelahiran yang digunakan untuk lampiran pengajuan kredit ke bank swasta yang berada di Serua dan Bojongsari. "Kami amankan juga 30 stempel kelurahan palsu yang mereka buat," ujar Dwiyono.
Lebih jauh, polisi juga menyelidiki pembuatan KTP elektronik ini untuk kebutuhan saat pemungutan suara nanti. Soalnya, saat pilkada 9 Desember 2015, pemilih yang belum terdata di daftar pemilih tetap bisa memilih menggunakan KTP elektronik atau identitas lain, seperti kartu keluarga. "Sejauh ini, pengakuannya belum ada pesanan untuk pilkada," ujar Dwiyono.
Tersangka Heri mengaku hanya menjadi perantara untuk membuat identitas palsu. Setelah mengantar pelanggannya, Heri mendapatkan keuntungan Rp 200 ribu untuk pembuatan KTP elektronik palsu. "Saya buatnya di Pasar Pramuka," kata Heri.
Selain itu, setelah pelanggannya berhasil melakukan transaksi di bank, dia bakal mendapatkan keuntungan 10 persen dari total transaksi perbankan yang dibagi tiga dengan temannya. Paling kecil, kata dia, pelanggan meminjam duit ke bank Rp 20 juta. "Saya hanya perantara untuk memasukkan identitas pelanggan," ucap Heri.
IMAM HAMDI