TEMPO.CO, Jakarta - Nama PT Godang Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energy Indonesia tengah disorot akhir-akhir ini. Kedua perusahaan ini dianggap tak mampu mengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu milik pemerintah Jakarta di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Pemerintah pun akan memutus kontrak kerja sama dengan mereka tahun depan.
Lalu siapa pemilik Godang Tua dan Navigat itu?
Godang Tua didirikan oleh Rekson Sitorus pada 1993. Dalam perjanjian tambahan (addendum) antara pemerintah Jakarta dengan pengelola, Rekson memiliki saham 40 persen di Godang Tua. Sisa saham sebesar 60 persen dibagi merata kepada tiga anaknya, yakni Roni Pandapotan Sitorus, Ernika Tiur Mauli Sitorus, dan Elfrida Juita Sitorus.
Komposisi kepemilikan saham itu kemudian berubah seiring kedua putri Rekson: Ernika dan Elfrida menikah. Ernika menikah dengan Douglas Manurung dan memberi sahamnya sebesar 25 persen di Godang Tua. Begitu juga dengan Elfrida yang menikahi Tumpak Sidabutar mendapat saham 25 persen.
Douglas tak tahu persis kapan perubahan komposisi kepemilikan saham di Godang Tua. “Saya lupa kapan waktunya. Harus melihat dokumen dahulu,” kata Douglas, yang kini menjabat Direktur di Godang Tua, saat dihubungi, Rabu pekan lalu.
Baca Juga:
Pada 2014, komposisi kepemilikan saham berubah lagi. Rekson masih memiliki saham mayoritas, yakni sebesar 50 persen. Sedangkan sisanya dibagi dua kepada Douglas dan Agatha Lia Widjaja. Menurut Douglas, Agatha masih bagian dari keluarga Rekson. “Adalah, pokoknya keluarga juga,” kata dia tanpa merincinya.
Douglas mengatakan perubahan saham ini karena Tumpak melepaskan sahamnya di Godang Tua setelah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi. Tumpak terpilih menjadi anggota Dewan setelah menang di daerah pemilihan, salah satunya di Kecamatan Bantargebang.
Lalu bagaimana dengan Navigat. Dalam perjanjian kerja sama antara pemerintah dengan pengelola, saham Navigat dimiliki oleh PT Manunggal Energi Nusantara sebesar 99 persen. Sedangkan sisanya milik Agus Nugroho Santoso, yang kini menjabat Direktur Utama Navigat Organic.
Pada 2008, Godang Tua dan Navigat menang lelang investasi pengolahan sampah di Bantargebang. Kedua perusahaan itu harus menanamkan investasi sebesar Rp 700 miliar di tempat pembuangan sampah milik Jakarta itu. Uang tersebut digunakan untuk membangun infrastruktur, pembangkit listrik tenaga gas, dan lain-lain.
Adapun pemerintah menggelontorkan dana ratusan miliar membayar jasa pengelolaan sampah di Bantargebang kepada Godang Tua dan Navigat. Seperti tahun ini, pemerintah menganggarkan sebesar Rp 336 miliar. Belum lagi pemerintah harus membayar jasa penimbangan sebesar Rp 4,5 miliar dan jasa pengawasan sebesar Rp 1,1 miliar.
Dari jumlah sebesar itu, Douglas mengaku mendapat sebesar Rp 200 miliar. Karena dari total jasa pengelolaan sampah Jakarta di Bantargebang, sekitar 20 persennya diberikan ke pemerintah Kota Bekasi melalui dana community development. “Kami ini rugi,” ucap Douglas.
ERWAN HERMAWAN