TEMPO.CO, Bekasi - Pemerintah Kota Bekasi mencatat jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah tersebut sepanjang 2015 mencapai 146 kasus. "Ada penurunan dibanding tahun lalu," kata Kepala Bidang Perlindungan Anak pada Badan Pemberdayaan Perlindungan Perempuan, Anak, dan Keluarga Berencana Kota Bekasi Mini Aminah, Senin, 7 Desember 2015.
Ia menyebutkan, jumlah kekerasan pada perempuan dan anak pada 2014 mencapai 340 kasus, sedangkan pada 2013 mencapai 125 kasus. Menurut dia, penurunan kasus tahun ini diklaim, lantaran efektifnya satuan tugas antikekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Tugasnya sosialisasi bahaya kekerasan anak dan perempuan di lingkungan hingga tingkat rukun tetangga," katanya.
Menurut dia, anak dan perempuan paling rawan mendapatkan kekerasan fisik maupun seksual. Kelompok tersebut dianggap yang terlemah dibanding dengan kelompok laki-laki yang cenderung menjadi pelaku kekerasan. Adapun, pelakunya didominasi orang terdekat.
"Bisa suami kepada istrinya, dan orang-orang di sekitar lingkungan anak beraktivitas," katanya.
Baca Juga:
Komisioner Bidang Pengaduan dan Advokasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kota Bekasi Rury Arief Rianto mengatakan pemerintah tak harus mengurus kasus kekerasan terhadap anak saja, tapi pemerintah dan kepolisian juga harus menindak tegas eksploitasi anak. "Bekasi punya program kota layak anak," katanya.
Berdasarkan pengamatan lembaganya, masih banyak di lapangan ditemukan anak-anak bebas berkeliaran hingga tengah malam. Mereka berada di pusat kota, lampu merah, dan sekitar kantor pemerintahan. Mereka tampak mengemis dan mengamen untuk mencari uang. Diduga mereka disuruh orang dewasa. "Ini harus diungkap," kata Rury.
ADI WARSONO