TEMPO.CO, Jakarta - Para pengunjuk rasa dari gerakan "Lawan Ahok" melakukan aksi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kuningan Jakarta Selatan. Mereka menuntut KPK menindaklanjuti hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan ihwal pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Koordinator lapangan MHR Songge mengatakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bersalah atas pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. "KPK berani tangkap Ahok, hebat!" katanya, Senin, 7 Desember 2015.
Menurut Songge, pembelian lahan tersebut merugikan warga dan merupakan bentuk korupsi Ahok, sapaan akrab Basuki.
Ada empat tuntutan yang diajukan para pengunjuk rasa. Berikut adalah tuntutan mereka:
1. Hasil audit investigasi BPK tentang pembelian lahan RS Sumber Waras yan disampaikan ke KPK hari ini harus sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK yang telah disampaikan dan dibacakan dalam sidang paripurna DPRD DKI pada 6 Juli 2015.
2. KPK harus profesional dan bekerja untuk rakyat dan negara.
3. KPK harus segera mengungkap dan mengusut secara tuntas dalang dibalik kerugian negara yang patut diduga melibatkan Gubernur DKI Ahok dan menyeret pelaku lainnya ke meja pengadilan.
4. Kami bersama warga Jakarta akan mengawal KPK serta institusi penegak hukum lainnya untuk mengusut kasus korupsi yang merugikan negara.
Hari ini, BPK menyerahkan hasil audit investigasi lahan sumber waras kepada KPK. Audit tersebut diminta oleh KPK karena banyak lembaga swadaya masyarakat yang melaporkan Ahok karena dianggap bertanggung jawab dalam pembelian lahan tersebut. Laporan masyarakat didasari audit BPK atas laporan keuangan 2014.
Dalam audit 2014, BPK menilai pembelian lahan yang bersertifikat hak guna bangunan itu telah merugikan daerah sebesar Rp 191 miliar. BPK juga menilai lahan yang dibeli pemerintah lebih mahal dengan harga tanah di sekitarnya sehingga ada potensi kerugian sebesar Rp 484 miliar.
BPK juga mengatakan lokasi lahan yang berada di Jalan Tomang Utara tidak strategis. Aksesnya pun, hanya satu, yaitu melalui tanah milik Yayasan Sumber Waras yang kini tengah bersengketa dengan Perhimpunan Sosial Candra Naya.
VINDRY FLORENTIN