TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan menghapus kuota taksi yang beroperasi di Ibu Kota. Selama ini pemerintah membatasi taksi yang mengangkut penumpang hanya sebanyak 29 ribu.
Pada rapat pimpinan Provinsi Jakarta pada Senin lalu, Basuki membebaskan setiap perusahaan mendaftarkan mobilnya ke Dinas Perhubungan. “Supaya tak ada oligarki, sehingga masyarakat jadi punya banyak pilihan,” kata Kepala Dinas Perhubungan Andri Yansyah seperti dikutip Koran Tempo edisi 10 Desember 2015.
Penghapusan itu bermula dari pertanyaan Ahok soal sisa kuota yang tak dimanfaatkan perusahaan taksi di Jakarta. Dari 29 ribu, perusahaan taksi hanya menyediakan 27.400 armada. Menurut Basuki, sisanya diisi taksi asal kota tetangga seperti Bekasi, Bogor, dan Tangerang.
Mereka mengambil penumpang di Jakarta namun pajak penghasilan sebesar 20 persen tak masuk ke kantong DKI. Ahok juga curiga jatah taksi jadi lahan pungutan liar. "Yang terjadi justru upeti perusahaan taksi ke Dinas Perhubungan," kata dia.
Andri menyatakan tingkat keterisian kuota taksi memang terus menurun. Banyak perusahaan tak mampu mengisi jatah yang disediakan karena kendala ekonomi dan manajemen internal. "Contohnya Kosti dapat jatah 1.300 mobil, tapi hanya terisi 189. Makanya, dihapus saja supaya mereka menyehatkan diri," kata Andri.
Dinas Perhubungan, kata Andri, hanya akan mendata jumlah taksi yang beroperasi di jalanan dan sesuai dengan standar kelaikan seperti lolos uji berkala kendaraan, penyediaan asuransi. "Tak perlu kontrol lagi, biar penumpang yang menghukum," ucapnya.
Pemerintah pun tak peduli tingkat persaingan antar perusahaan di kemudian hari. "Kalau tak ada inovasi misalnya pakai aplikasi, ya, biarkan mereka tumbang sendiri," kata Andri.
Ketua Organisasi Angkutan Darat DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menolak rencana Gubernur. Menurut dia, penghapusan jatah operasional taksi justru membuahkan persaingan tak sehat. "Pertumbuhannya tak terkontrol, perusahaan kuat akan memakan yang lemah sehingga persaingan tak sehat," kata Shafruhan.
Penghapusan pembatasan ini juga dinilai akan membuat taksi merajai jalanan. Rencana Ahok itu, kata Shafruhan, karena banyaknya permintaan masyarakat terhadap aplikasi layanan taksi berpelat hitam seperti Grab Car dan Uber di Jakarta.
Kemarin, Ahok memberi sinyal hijau agar kedua perusahaan aplikasi tersebut bisa mendapatkan izin operasional resmi dari pemerintah. Yaitu dengan membentuk badan hukum lengkap dengan setoran pajak, penyediaan asuransi, kendaraan memiliki global positioning system, dan lolos uji keur.
Juru bicara taksi Blue Bird Grup Teguh Wijayanto sependapatan denga Shafruhan. Aplikasi taksi telah merusak bisnis angkutan karena menerapkan tarif lebih murah."Pertanggungjawaban dan perlindungan konsumen dan pengusaha lebih sulit. Jadi tetap perlu aturan main," kata dia.
Sebaliknya, juru bicara taksi Express Grup Merry Anggraini menyambut rencana pemerintah itu. Tahun depan Exprees akan meluncurkan aplikasi untuk bersaing dengan Uber atau Grab. “Menjalankan bisnis taksi itu tak bisa hanya mengandalan modal," kata dia.
PUTRI ADITYOWATI