TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengkaji segmen penumpang mass rapid transit (MRT). Deputi Gubernur Bidang Industri Perdagangan dan Transportasi DKI Jakarta Soetanto Soehodho mengatakan hal itu dilakukan untuk menaksir potensi penumpang yang akan menggunakan mode transportasi tersebut.
“Biaya investasi pembebasan lahannya saja mahal, pinjam dari luar negeri. Jangan sampai penumpangnya sepi dan jadi gagal, " ujar Soetanto dalam sesi Dialog Publik Keterpaduan Transportasi di Gedung Sasana Karya, Jakarta, Kamis, 10 Desember 2015.
Menurut dia, jika MRT tidak diminati masyarakat, target perpindahan penumpang antarsimpul yang efektif dan efisien tidak akan tercapai. Soetanto berharap pembangunan MRT dapat mengubah gaya hidup masyarakat Jakarta dengan menerapkan sistem transit oriented development.
Sistem tersebut memungkinkan masyarakat akan memilih tinggal di zona-zona yang dekat dengan stasiun MRT sehingga tidak perlu banyak angkutan lanjutan. "Jadi tinggal jalan kaki dari apartemen atau rumah terus turun di stasiun MRT dekat kantornya. Kami harus mulai ubah lifestyle ini dengan intensif, " katanya.
Salah satu contoh pembangunan MRT yang gagal adalah di Taiwan atau tepatnya bagian selatan Taipei. Adapun indikator kegagalannya adalah sepi penumpang karena aksesibilitas dan mobilitas masyarakat tidak efektif. "Masyarakat di sana kebetulan sama dengan di Jakarta, punya kebiasaan pakai motor. Nah, jangan sampai seperti ini, " katanya.
Selain itu, target pembangunan MRT juga untuk mengintegrasikan transportasi dengan kota-kota penyangga Jakarta. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membangun Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, khususnya untuk keterpaduan sistem transportasi massal, seperti MRT, LRT, dan commuter line.
Jika itu terlaksana, Soetanto mengatakan kegiatan transportasi akan terpusat dan membuat simpul-simpul transportasi menjadi lebih efektif. Pembangunan keterpaduan transportasi itu tak lepas dari upaya memiliki lahan untuk membangun segala layanan dan fasilitas.
"Kami butuh lahan luas, tapi pembebasannya enggak mudah. Jadi ketika sudah dapatkan lahannya itu harus dioptimalkan pemanfaatannya," kata Soetanto.
Dia mencontohkan pembangunan koridor MRT dari Lebak Bulus-Bundaran HI belum semua lahannya berstatus bebas. "Masih ada beberapa lahan yang berpotensi masalah, ini harus diselesaikan segera, " katanya. Soetanto mengatakan MRT koridor tersebut ditargetkan sudah dapat mulai beroperasi di 2018.
GHOIDA RAHMAH