TEMPO.CO, Jakarta - Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban Lembaga Bantuan Hukum Jakarta merilis terjadi peningkatan aduan kasus pelanggaran hak asasi manusia di DKI Jakarta. Tahun ini tercatat ada 103 pengaduan dengan jumlah korban mencapai 20.784 orang. Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama cuek. "Kalau cuma pengaduan ya silakan saja," ujarnya saat ditemui di gedung Balai Kota Jakarta, Rabu, 16 Desember 2015.
LBH Jakarta mencatat, korban pelanggaran HAM di DKI Jakarta berdasarkan aduan tersebut telah meningkat tiga kali lipat dibanding 2013 dan 2014 yang mencapai 6.695 orang dan 6.989 orang. Peningkatan ini diklaim diakibatkan kebijakan penggusuran paksa yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok, sapaan akrab Basuki.
Lagi-lagi Ahok menanggapi dengan enteng. "Kalau enggak dibongkar gimana? Kalau melanggar HAM kita curi uang gimana? Salah tangkap melanggar HAM gimana?" kata Ahok.
Di sisi lain, menurut LBH, pemerintah provinsi juga mengeluarkan kebijakan yang membatasi hak atas kebebasan berekspresi melalui Peraturan Gubernur Nomor 228 Tahun 2015—yang kemudian direvisi melalui Peraturan Gubernur Nomor 232 Tahun 2015—dan juga kebijakan yang melanggar hak atas lingkungan hidup yang baik, seperti pembangunan enam ruas tol Ibu Kota dan reklamasi Teluk Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara khusus juga disebut melakukan pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang pengembalian aset pengelolaan air bersih kepada negara.
Menanggapi kritik LBH Jakarta terkait dengan swastanisasi air itu Ahok berkelit. "LBH baca dulu dengan betul putusan MK itu seperti apa, putusan itu bukan melarang swasta lho," kata Ahok.
Menurut dia, seluruh pengelolaan air bersih pada akhirnya tetap dilakukan pihak PAM. "Sekarang kamu bisa ambil apa enggak kalau gantung? enggak bisa, kalau mau harus saya beli, sudahlah enggak usah ngomong lah," ucapnya.
GHOIDA RAHMAH