TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional menangkap seorang bandar narkoba berinisial GT, 57 tahun. Dia merupakan pengedar narkoba di beberapa lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Penangkapan itu berhasil mengungkap tindak pidana pencucian uang dengan aset RP 17 miliar pada Kamis, 14 Januari 2016.
Penangkapan GP terkait dengan peredaran narkoba di Surabaya, Jakarta, Cilacap, Tebing Tinggi, dan daerah lain. "GP menjual narkoba untuk 5 bandar yang ada di dalam lapas," ujar Kepala BNN Komisaris Jenderal Budi Waseso, Selasa, 26 Januari 2016. GP ditangkap BNN di Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Budi melanjutkan, GP pernah dipenjara karena kasus narkotik pada 2000-2010, tapi ia kini kembali menjual narkoba. GP diketahui memiliki hubungan dengan tersangka Pony Chandra, narapidana LP Cipinang yang divonis 20 tahun penjara dalam kasus narkotik dan 6 tahun bui untuk kasus tindak pidana pencucian uang, serta Amir Mukhlis alias Sinyo, narapidana LP Nusakambangan yang vonis 20 tahun penjara.
Selain itu, ada Boski alias Surya Bahadur Tamang (warga Nepal, narapidana Nusakambangan yang divonis 20 tahun bui dan 10 tahun untuk TPPU) serta Ananta Lianggara alias Alung (narapidana LP Narkotika Cipinang yang vonis 20 tahun penjara). Kelima narapidana tersebut diduga sebagai bandar narkoba di dalam penjara.
Budi menceritakan, GP sudah melakukan pencucian uang dari bisnis narkotik sejak 2000 hingga 2014 dengan mengedarkan sabu dan ekstasi. "GP menggunakan hasil keuntungan dari bisnis narkoba untuk membuka usaha penggilingan padi dan jual-beli beras. Selain itu, beberapa alat angkut berupa truk dan tronton."
Dari GP, BNN menyita beberapa barang yang diduga hasil pencucian uang jual-beli narkoba. BNN menyita 1 tempat usaha penggilingan padi, 1 bidang tanah di Tebing Tinggi, 12 unit truk, dan 2 unit tronton. Selain itu, BNN menyita 1 mobil Mitsubishi Strada, 1 mobil Toyota Avanza, 1 mobil Mitsubishi L 300, serta 2 truk forklift. BNN juga menyita perhiasan emas berupa cincin, gelang dan kalung, beberapa lembar uang ringgit, serta uang dalam rekening sejumlah Rp 9,5 miliar.
GP melakukan transaksi narkoba ke dalam penjara menggunakan rekening palsu atas nama Yulius Djuanda, Johan Wijaya, dan nama palsu lain. Atas perbuatannya, GP dikenai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pidana pencucian uang. "Patut diduga GP telah melakukan perbuatan melawan hukum, menyimpan, mentransfer, menerima, dan menikmati uang hasil kejahatan narkotik," ujarnya.
ARIEF HIDAYAT