TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta menetapkan kebijakan baru yang mengatur kompensasi peningkatan koefisien lantai bangunan. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan aturan itu bertujuan memperjelas kontribusi bagi pemerintah atas bertambahnya jumlah lantai bangunan sebuah gedung yang melampaui koefisien di suatu wilayah.
“Dulu dasar kontribusinya tak jelas,” kata Ahok di Balai Kota seperti dikutip Koran Tempo edisi 2 Februari 2016.
BACA: Begini Cara Menghitung Denda Jalan Layang Semanggi
Kompensasi sebetulnya berupa denda kepada pemilik gedung yang menambah lantai bangunan, tapi tak sesuai dengan aturan. Mulanya, denda itu berupa uang dan masuk ke kas daerah. Alih-alih berfungsi menunjang pembangunan, penggunaan uang tersebut malah tak transparan. Lewat Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015, Ahok menetapkan, kompensasi kini bisa dibayar dalam bentuk fasilitas publik.
Pasal 4 pada Peraturan tentang Pengenaan Kompensasi Terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan menyatakan fasilitas publik bisa berupa ruang terbuka hijau, rumah susun, atau infrastruktur lainnya. Dengan begitu, Ahok mengatakan kompensasi tersebut bisa langsung dimanfaatkan masyarakat dan menghilangkan potensi penggelapan lantaran pembangunannya diawasi warga Jakarta.
BACA: Skenario Ahok Mengurai Kemacetan di Jembatan Semanggi
Jalan Layang Jembatan Semanggi merupakan fasilitas publik yang akan dibangun dari denda itu. Pembangunannya mulai April 2016 dan selesai Agustus 2017. Pembayarnya adalah pemilik Wisma Sudirman yang akan menghibahkan Rp 570 miliar uangnya untuk membuat jalan layang itu.
Di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, koefesiennya tujuh. Artinya, gedung di sana maksimal 17 lantai. PT Indonesia Prima Property Tbk, pemilik wisma, mengajukan penambahan tinggi bangunan menjadi 26 lantai plus lima tingkat bawah tanah. Ahok lalu mengizinkan koefesiennya menjadi 14 untuk lahan 1,6 hektare setelah ada analisis daya dukung tanah.
BACA: Pembangunan Jalan Layang Semanggi Mulai April 2016
Syaratnya, tentu ada denda atas permintaan itu. Angka Rp 570 miliar dihitung dari penambahan gedung dan nilai jual objek pajak tanah di sana. Dengan penambahan tinggi gedung, Ahok berharap, pemiliknya bisa menyewakan lebih banyak ruangan dan pemerintah juga memperoleh keuntungan.
Pemerintah lantas menawarkan skema itu ke pengembang yang berniat menggarap proyek tersebut dan diatur dalam perjanjian kerja sama. “Biaya dan pembangunannya ditanggung oleh Mori Building Company. Mereka sudah bilang oke,” kata Ahok. Mori adalah perusahaan Jepang yang bekerja sama dengan pemilik Wisma Sudirman.
BACA: Alasan Ahok Ambil Alih Proyek Jalan Layang Semanggi
Menurut Ahok, Jalan Layang Semanggi bukan infrastruktur pertama yang berasal dari kompensasi peningkatan koefisien lantai bangunan. Rumah susun sederhana sewa di Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur, juga dibangun memakai denda PT Summarecon Agung Tbk. Rakasasa properti membangun empat blok rumah susun yang masing-masing blok setinggi enam lantai sebanyak 20 unit.
LINDA HAIRANI