TEMPO.CO, Jakarta - Reklamasi pantai utara Jakarta menuai kontroversi. Para aktivis lingkungan memprotes kebijakan pemerintah Jakarta itu karena reklamasi dikhawatirkan justru merusak lingkungan. Apalagi proyek besar itu dikabarkan belum mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan.
Kecurigaan itu kian mengemuka karena pemerintah Jakarta tak pernah mengumumkan secara terbuka analisis tersebut. Apalagi Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berencana menghapus analisis dampak lingkungan karena menghambat investasi. “Dalam izin prinsip, amdal sudah tercakup,” kata Basuki.
BACA: Aturan Reklamasi Membingungkan, Ahok Kukuh Tak bersalah
Keinginan Basuki itu seolah mengkonfirmasi dugaan para aktivis lingkungan bahwa kebijakan itu untuk memuluskan reklamasi yang selama ini mereka tolak. Basuki menepisnya. Menurut dia, amdal tetap wajib, hanya saja bentuknya sudah tercakup dalam izin prinsip yang dikeluarkan pemerintah.
Sudah Amdal dan reklamasi
- Pulau C oleh PT Kapuk Naga Indah, 276 hektare, sudah reklamasi
- Pulau D oleh PT Kapuk Naga Indah, 312 hektare, sudah reklamasi
- Pulau E oleh PT Kapuk Naga Indah, 284 hektare
- Pulau F oleh PT Jakarta Propertindo, 190 hektare
- Pulau G oleh PT Muara Wisesa Samudera, 161 hektare, sudah reklamasi
- Pulau H oleh PT Intiland Development, 63 hektare
- Pulau I oleh PT Jaladri Kartika Ekapaksi, 405 hektare
- Pulau K oleh PT Pembangunan Jaya Ancol, 32 hektare, sudah reklamasi
- Pulau L oleh PT Manggala Krida Yudha, 481 hektare, sudah reklamasi
- Pulau N oleh PT Pelabuhan Indonesia II, 411 hektare, sudah reklamasi
Belum Amdal
- Pulau A oleh PT Kapuk Naga Indah, 79 hektare
- Pulau B oleh PT Kapuk Naga Indah, 380 hektare
- Pulau J oleh PT Pembangunan Jaya Ancol, 316 hektare
- Pulau M oleh PT Manggala Krida Yudha, 587 hektare
- Pulau O oleh PT Kawasan Berikat Nusantara, 344 hektare
- Pulau P oleh PT Kawasan Berikat Nusantara, 463 hektare
- Pulau Q oleh PT Kawasan Berikat Nusantara, 369 hektare
Selanjutnya: Amdal tak dilaporkan ke Kementerian Lingkungan...