TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) meminta bantuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melindungi 30 korban penjualan organ tubuh yang didalangi oleh tersangka Kwok Herry Susanto alias Herry.
“Kami sudah mengajukan ke LPSK untuk memberi perlindungan,” tutur Kepala Unit Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Ajun Komisaris Besar Arie Darmanto di kantornya, Selasa, 9 Februari 2016.
Perlindungan terhadap korban ini dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) pengungkapan kasus penjualan organ tubuh. Karena itu, kepolisian sengaja memberi perlindungan meski tidak ada ancaman terhadap korban.
Arie mengaku telah berkoordinasi dengan LPSK terkait dengan teknis perlindungan terhadap korban nantinya. Sebab, saat ini kepolisian sedang konsentrasi untuk mengungkap keterlibatan pihak lain sebagai tersangka penjualan organ tubuh.
Saat ini, polisi masih menyelidiki dokumen-dokumen yang diambil dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada pekan lalu. Rencananya, dokumen tersebut akan diklarifikasi dengan pernyataan para saksi, termasuk pihak rumah sakit dan dokter di tempat tersebut.
Baca Juga:
Pekan ini, Bareskrim berencana memanggil saksi ahli dari Ikatan Dokter Indonesia, konsultan kesehatan, dan Kementerian Kesehatan. Tujuannya untuk membandingkan keterangan saksi dan bukti dokumen transplantasi organ tubuh yang ditemukan polisi.
Polisi membutuhkan tiga hal untuk mengungkap sindikat perdagangan orang tersebut. Pertama, kepolisian mencari tahu proses penjualan organ tubuh, cara penjualan, dan tujuannya.
Sebelumnya, kepolisian telah menetapkan tiga tersangka atas kasus tindak pidana penjualan orang (TPPO). Mereka di antaranya Kwok Herry Susanto alias Herry, Yana Priatna alias Amang, dan Dedi Supriadi. Herry diduga menjadi otak pelaku yang bertugas mencari pembeli dari dalam negeri dan sejumlah negara, seperti Singapura.
AVIT HIDAYAT