TEMPO.CO, Jakarta – Pada usia 20, ia sudah tiba di Kalijodo dari Makassar. Laki-laki Bugis 48 tahun ini disebut-sebut sebagai kepala preman daerah prostitusi kelas bawah terbesar di Jakarta itu. Ia diperkirakan mendapat Rp 50 juta sehari dari penjualan bir yang beredar di wisma dan kafe pelacuran.
BACA: Kalijodo Bukan Sekadar Perjudian Kelas Teri
Namun Abdul Aziz, atau biasa dipanggil Daeng Aziz, menyangkal menjadi kepala preman dan mengaku hanya tokoh masyarakat belaka. “Saya setuju Kalijodo digusur, tapi pemerintah harus memikirkan nasib penduduk di sini,” katanya kepada Putri Adityowati dari Tempo bersama beberapa wartawan televisi seperti dimuat Koran Tempo edisi 17 Februari 2016.
Apa Anda setuju penggusuran jika pemerintah selesai sosialisasi secara terbuka?
Bicara tidak atau iya bukan kami yang berhak menyatakan. Itu kewenangan pengacara kami.
Anda setuju prostitusi ditutup, tapi tak mau penggusuran?
150 persen saya setuju bila prostitusi ini dihapus. Tapi, persoalannya, pemerintah harus menyediakan tempat untuk usaha dulu atau apa jenis usaha bagi penduduk di sini.
BACA: Pengakuan Pelacur Kalijodo: Bagaimana Bisnis Prostitusi Berputar
Pemerintah memberi opsi penduduk di sini akan ditampung di rumah susun…
Saya belum bisa jawab karena saya belum pernah diberikan kuasa sama masyarakat.
Anda disebut sebagai pemasok utama minuman dengan omzet Rp 1,5 miliar per malam. Benarkah?
Kalau memang ada yang bilang bahwa saya pemasok minuman lalu mendapat omzet sampai segitu, saya bersyukur sekali. Saya bicara sesuai dengan prinsip hati. Kalau untuk membenarkan, jangan dulu, saya yang lebih tahu.
Jadi benar sebesar itu?
Itu dusta, bohong.
Anda kenal dekat dengan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Mukti?
Itu komandan saya.