TEMPO.CO, Depok - Orang tua siswa SDN Kukusan menyusup ke gedung Badan, Lembaga, dan Kantor Dinas Kota Depok, bersama kedua anaknya yang masih berusia tujuh tahun dan lima tahun, melakukan demonstrasi, Kamis, 18 Februari 2016. Fitrijanjah Toisutta sengaja mengajak anaknya dalam aksi demo 100 hari, untuk menuntut penuntasan banyaknya kasus korupsi di sekolah yang ada di Depok.
Fitrijanjah mengatakan ingin sekolah di Depok bebas dari pungutan liar dan berbagai modus gratifikasi yang diberikan ke guru dari orang tua siswa. Bahkan, dia akan nekat untuk melakukan demonstrasi di Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Konstitusi, dan Kementerian Pendidikan. "Ini aksi saya yang kesembilan sejak 2 Oktober 2015," ujarnya.
Ia mengaku muak melihat adanya gratifikasi yang diberikan kepada guru dari orang tua siswa di tempat anaknya sekolah selama tiga tahun. Bahkan, ada potongan yang sengaja dilakukan pihak sekolah.
Menurut dia, potongan ini terjadi hampir di seluruh sekolah yang ada di Depok. Modusnya, bahkan ada yang memotong program Indonesia Pintar atau bantuan siswa miskin sebesar Rp 50 ribu. Adapun jatah untuk SD dari BSM sebesar Rp 450 ribu, SMP Rp 750 ribu, dan SMA Rp 1 juta. "Ada yang tega memotongnya," ucapnya.
Selain itu di sekolah anaknya ada potongan sebesar 10 persen dari tabungan siswa, dengan alasan untuk bantuan ke sekolah. Belum lagi, setiap kenaikan kelas orang tua siswa sudah menjadi budaya untuk memberikan emas berupa cincin ataupun gelang kepada guru.
Menurut dia, pemberian bantuan tersebut tidak menunjukkan revolusi mental yang digelorakan Presiden Joko Widodo. "Jokowi diberikan gitar saja dikembalikan. Harusnya para guru mencontoh. Jangan dijadikan budaya," ketusnya.
Ia mengatakan pernah mengingatkan kepala sekolah agar menghapus budaya gratifikasi ini, dari dunia pendidikan. Namun, tidak didengarkan, dan tradisi ini masih terus berjalan.
Bahkan, dia mendesak agar setiap sekolah cepat bisa memasang spanduk antikorupsi dan gratifikasi yang sudah dianggarkan dari bantuan operasional sekolah. "Saya minta spanduk sekolah bebas pungutan liar segera dipasang. Sebab, itu sudah dianggarkan dari BOS," ucapnya.
Lebih lanjut ia menuturkan bahwa bukti laporan adanya gratifikasi telah dikumpulkan dan akan dilaporkan ke Kementerian Pendidikan dan Ombudsman. Bahkan, demonstrasi bersama anaknya akan terus dilakukan untuk memperbaiki mutu pendidikan di Depok. "Sekolah jangan jadi pengemis," ujarnya.
Kepala Bidang Dinas Pendidikan Eneng Sugiarti mengatakan tidak ada larangan bila orang tua sekolah mau memberikan sumbangan. Menurut dia, harus dibedakan antara gratifikasi dan sumbangan. "Sumbangan sah diberikan tanpa ada paksaan," ucapnya.
Untuk dugaan adanya pungutan liar, Dinas Pendidikan masih menyelidikinya. Sejauh ini belum ada laporan pungutan liar. "Masih diselidiki bila ada pungutan liar yang sengaja dilakukan," ucapnya.
Selain itu, untuk spanduk bebas pungutan liar, korupsi, dan gratifikasi memang akan dicetak. Sebab, pembuatan spanduk memang sudah dianggarkan dari dana BOS untuk setiap sekolah. "Ya tapi tunggu, dana BOS-nya kan belum cair. Kami akan cetak secepatnya setelah dananya cair," imbuhnya.
IMAM HAMDI