TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Subdirektorat III Sumber Daya Lingkungan Kepolisian Daerah Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Adi Vivid mengatakan kepolisian menemukan adanya dugaan praktek aborsi di Jalan Cimandiri Nomor 7, RT 06 RW 04, Kelurahan Kenari, Menteng Jakarta Pusat.
"Terpasang plang praktek dokter S berkedok tour dan travel Gayatri serta salon kecantikan," ucap Adi di Jakarta, Rabu, 24 Februari 2016.
Menurut Adi, dari pengakuan salah seorang karyawan, praktek aborsi dilakukan dokter berinisial MM alias A menggunakan peralatan medis. Setiap karyawan diminta memeriksa pasien atas perintah dokter MM. Padahal karyawan tidak memiliki keahlian di bidang medis. Ia berujar, praktek kedokteran itu ilegal.
Polisi menetapkan dokter MM alias A sebagai tersangka. Tersangka lain adalah SAL alias IM alias M (dokter), NEH (dokter), dan HAS alias G (karyawan). Sementara itu, SY alias D adalah calo yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Adi menuturkan modus aborsi dilakukan dengan cara tersangka menawarkan jasa kepada pasien wanita hamil yang ingin melakukan aborsi. Tarif jasa aborsi disesuaikan dengan usia kandungan. Jika kandungan berusia 1-18 pekan, harga yang ditawarkan Rp 2,5-10 juta atau sesuai dengan kemampuan pasien membayar.
Menurut Adi, sebelum pasien melakukan aborsi, calo membawa pasien ke klinik dengan membayar biaya pendaftaran Rp 50 ribu. Pasien lalu di-USG dengan biaya Rp 250 ribu. Setelah itu, pasien berkonsultasi dengan dokter perihal biaya dan aborsi yang akan dilakukan. Pasien bisa membayar dengan uang muka jika belum sanggup melunasi dan dijadwalkan aborsi paling lambat tiga hari.
Saat akan di-aborsi, pasien dibius lokal. Setelah itu, alat kelamin pasien dibuka menggunakan speculum. Tersangka lalu memasukkan alat sedot, dan janin ditampung di sebuah tabung suction untuk dibuang ke toilet. Aborsi dilakukan dalam waktu lima menit. Pasien diberikan obat antinyeri dan diminta mengecek dua kali pada minggu pertama dan kedua setelah melakukan aborsi.
DANANG FIRMANTO