TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memerintahkan Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta agar lebih aktif menindak penyalahgunaan tempat tinggal. Hal tersebut disampaikan Ahok setelah mendengar kabar ditutupnya tiga klinik aborsi berkedok rumah mewah di bilangan, Cikini, Jakarta Pusat, oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Terkait dengan hal itu, Ahok mendukung tindakan kepolisian tersebut. "Kalau enggak ada izinnya harus ditangkap memang. Makanya Satpol PP harus aktif dong, jangan Satpol PP cuma urusannya di rumah, datang tempat hiburan. Satpol PP kan memang polisinya perda," katanya di Balai Kota Jakarta, Rabu, 24 Februari 2016.
Ahok mengaku mengetahui adanya penggerebekan ini baru saja dan bukan dari pihak kepolisian, melainkan melalui media yang ia baca saat makan siang. Ia pun langsung mengecek izin bangunan tersebut dan ditemukan izin yang disalahgunakan.
"Saya sudah baca tadi, kantor pengacara katanya kan. Kalau izinnya enggak sesuai tutup saja," kata Ahok lagi.
Kepala Subdirektorat III Sumdaling Kepolisian Daerah Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Adi Vivid menemukan dugaan praktek aborsi di Jalan Cimandiri Nomor 7, RT 06 RW 04, Kelurahan Kenari, Menteng, Jakarta Pusat.
Adi berujar, menurut pengakuan seorang karyawan, praktek aborsi dilakukan dokter berinisial MM alias A. Praktek itu menggunakan peralatan medis. Setiap karyawan diminta memeriksa pasien atas perintah dokter MM. Sementara karyawan tidak memiliki keahlian di bidang medis. Ia menuturkan praktek kedokteran itu ilegal.
Adi menetapkan dokter MM alias A sebagai tersangka. Dua tersangka lain sebagai dokter adalah SAL alias IM alias M dan NEH serta HAS alias G sebagai karyawan. Sementara itu SY alias D adalah calo yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
INGE KLARA SAFITRI