TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya membongkar praktek aborsi ilegal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah dokter, karyawan klinik, dan calo yang menjadi perantara antara pasien dan klinik.
Baca: Polisi Bongkar Praktek Aborsi di Menteng
Kepala Sub Direktorat III Sumber Daya dan Lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Adi Vivid mengatakan para tersangka berkaitan dengan tiga klinik yang digerebek. Masing-masing klinik saling berhubungan satu sama lain.
Dari penggeledahan, polisi menemukan lubang untuk tempat pembuangan janin di dalam toilet. Selain itu, polisi menemukan infus dan obat-obatan yang sudah kedaluwarsa selama dua tahun. "Peralatannya tidak higienis," ujar Adi.
Baca: Ada Lubang Pembuangan Janin di Klinik Aborsi Menteng
Praktek aborsi di kawasan Menteng sebenarnya bukan temuan baru. Tempo pernah melakukan investigasi yang laporannya dimuat dalam majalah Tempo edisi 17 Mei 2009.
Menjamurnya praktek aborsi di kawasan Menteng dimulai pada akhir 1970-an. Kala itu pemerintah gencar menggalakkan Keluarga Berencana (KB). Inilah gerakan yang membatasi kelahiran dengan maksimal dua anak per keluarga. Bermacam alat kontrasepsi mulai diperkenalkan: spiral, kondom, IUD (intra-uterine device)--alat kontrasepsi dalam rahim.
Pada tahap awal, banyak peserta program “bocor” alias gagal KB. Pemerintah pun memberi mandat kepada Klinik Raden Saleh, yang didirikan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), untuk menangani kegagalan itu. Caranya?
Fakultas Kedokteran UI merancang mata kuliah penanganan kegagalan kehamilan muda. Salah satu metodenya induksi haid, yaitu memaksa perempuan hamil datang bulan. Akib Soekarman WN, dokter kebidanan senior, mengaku ikut membangun Klinik Raden Saleh. “Tiga dokter yang memprakarsai: almarhum Sudradji, almarhum Rahadi, dan saya,” katanya April 2009. Soekarman turut merancang metode induksi haid.
Di situ, janin-janin muda yang lolos KB dirontokkan dengan label aborsi resmi. Segera saja mereka kebanjiran pasien. Namun jumlah dokter kebidanan terbatas sehingga aborsi akhirnya banyak ditangani residen. Ini istilah untuk para dokter peserta program spesialisasi kebidanan.
Pada 1980-an, jumlah pasien begitu membeludak. “Sehari kami bisa menangani 80 pasien,” ujar seorang dokter alumnus UI. Dia menolak disebut namanya. “Mereka (para wanita hamil) dijajarkan. Lalu kami berempat menangani secara bergantian.”
Banjir klien melahirkan problem baru: godaan fulus. Praktek aborsi gelap pun lahir. Para tenaga medis mulai melayani aborsi wanita hamil di luar nikah. “Kadang-kadang,” kata si alumnus UI, “kontrasepsi dipasang belakangan biar dikira benar-benar gagal KB.”
Profesor Biran Affandi, pakar obstetri dan ginekologi Universitas Indonesia, menyatakan setidaknya ada 3,5 juta perempuan Indonesia hamil karena tak mendapat akses KB atau gagal KB. Sekitar 60 persen dari jumlah itu (2,1 juta perempuan) memilih aborsi sebagai solusi. “Untuk 240 juta rakyat Indonesia, mana cukup hanya Klinik Raden Saleh,” ujar Biran. Akibatnya, klinik kebidanan tumbuh di mana-mana. “Ini unauthorized clinics,” tuturnya.
Awalnya, hanya satu-dua klinik gelap di Jalan Cimandiri dan Jalan Ciliman, tak jauh dari Jalan Raden Saleh. Lambat-laun, kegiatan ilegal ini meluas ke Jalan Cisadane, Jalan Kramat, dan Jalan Paseban di wilayah Jakarta Pusat dan Timur.
Nah, pengelola klinik umumnya “lulusan” Raden Saleh: dari dokter, bidan, tenaga administrasi, hingga pembantu. Penelusuran Tempo menemukan sejumlah dokter eks Raden Saleh bahkan meluaskan pasar ke rumah sakit tempat mereka bekerja di Jakarta, Bogor, Bandung, hingga ke Batam.
Baca: Klinik Aborsi Menteng Pekerjakan Dokter Palsu Lulusan SMP
Kepala Pendidikan Departemen Obstetri dan Ginekologi Universitas Indonesia Dwiana Ocviyanti mengatakan seorang dokter harus mengantongi persetujuan Komite Dokter dan Klinik untuk sebuah tindakan aborsi. Dalam hal ini, indikasi medis menjadi syarat mutlak.
Dia meyakinkan Tempo Klinik Raden Saleh kini tak lagi menjadi tempat aborsi kegagalan KB. “Aborsi sebagai metode KB tak ada lagi sejak saya masuk fakultas pada 1990-an,” katanya. Boleh jadi dia benar, barangkali juga keliru.
Dua reporter Tempo mampir ke Klinik Raden Saleh pada pertengahan April 2009. Dalam sekejap, keduanya dirubungi tukang ojek serta tukang parkir di seputar klinik. “Mau nglepasin (merontokkan janin-Red.) ya, Neng? Berapa bulan?” ujar mereka seraya tergesa menyodorkan sejumlah kartu nama.
TIM INVESTIGASI