TEMPO.CO, Jakarta - Polisi akhirnya mengabulkan penangguhan penahanan terhadap Mashudi, 38 tahun, guru honorer asal Brebes, Jawa Tengah, yang disangka mengancam dan meneror Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi. Di balik penangguhan penahanan itu, ternyata ada peranan Suswono, Menteri Pertanian di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Baca: Polisi Tangguhkan Penahanan Mashudi, Peneror Menteri Yuddy
Mashadi, guru honorer selama 16 tahun, ditangkap dan dijebloskan ke tahanan setelah mengirimkan pesan pendek bernada ancaman kepada Yuddy. Menurut Suswono, nada ancaman tersebut wajar muncul sebagai gambaran kekecewaan Mashadi sebagai guru honorer. "Saya sudah datang dua kali ke ruang tahanan. Saya kira wajar kalau dia dilaporkan karena perbuatannya itu," kata Suswono di Markas Polda Metro Jaya, Kamis, 10 Maret 2015.
Namun, di sisi lain, Suswono juga memahami kekecewaan Mashadi yang bertugas sebagai guru honorer dengan honor Rp 350 ribu per bulan. Padahal, kata dia, Menteri Yuddy berjanji mengangkat pegawai honorer sebagai pegawai negeri sipil.
Mashadi, kata Suswono, mendengar pernyataan Yuddy saat berkunjung menemui pegawai honorer di Brebes, Jawa Tengah. Namun pernyataan tersebut diralat sehingga memicu kekecewaan Mashadi. "Itu yang membuat Mashadi tidak bisa mengendalikan kemarahan," ucapnya.
Baca: Menteri Yuddy Maafkan Guru Honorer Peneror via SMS
Suswono akhirnya mengajukan diri untuk menjamin penangguhan penahanan bagi Mashadi. Meski demikian, perbuatan Mashadi tetap dipertanggungjawabkan secara hukum agar bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat.
Suswono yakin, tidak ada niat untuk benar-benar mengancam menteri sehingga Mashadi pun mengirimkan permintaan maaf. Dengan mediasinya, kata dia, Menteri Yuddy legowo memaafkan. "Persepsi dia, calo juga sudah tidak ada, tapi ternyata honorer yang sedang berjuang," ujar mantan anggota DPR dari daerah pemilihan Brebes ini.
Kekhilafan Mashadi sudah dimaafkan. "Ini pelajaran mahal," kata Suswono. Perjuangan menjadi pegawai ada mekanismenya sehingga setiap orang, termasuk Mashadi, harus menjalani mekanisme tersebut. "Sepanjang sudah sadar dan sekolah masih bisa menerima, (Mashadi) bisa dipertimbangkan," ujarnya.
ARKHELAUS WISNU