TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat menerima laporan pengaduan tiga kelompok masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Sosial Peduli Jakarta (KSPJ).
Komunitas ini merupakan gabungan dari organisasi kemasyarakatan (ormas) yaitu Forum Pemuda Betawi, Forum Sosial Peduli Jakarta, dan Gerakan Selamatkan Jakarta.
"Intinya mereka menyampaikan kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras," kata Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Benny Harman, di gedung Nusantara II, Jakarta, Selasa, 15 Maret 2016.
Benny yang politisi Partai Demokrat, menceritakan pengaduan itu. Komunitas, katanya, mengatakan hasil audit dan temuan Badan Pemeriksa Keuangan bahwa pembelian lahan itu sarat dengan unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Mereka menjelaskan temuan itu sudah disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Tapi, menurut mereka KPK belum menindaklanjuti. Sehingga meminta Komisi Hukum DPR untuk menindaklanjuti," katanya.
Benny mengaku akan menindaklanjuti laporang pengaduan masyarakat sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku. Ia akan meminta laporan BPK sekaligus menanyakan kepada KPK, terkait alasan belum diusutnya kasus tersebut.
Namun, Benny menegaskan bahwa Komisi Hukum DPR bukanlan polisi, kejaksaan maupun komisi anti rasuah yang dapat menetapkan pihak yang diduga terlibat sebagai tersangka.
Dalam rapat dengar pendapat umum itu, salah satu pelapor yang tergabung dalam KSPJ, Amir Hamzah, menyatakan bahwa ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 191 miliar dari hasil temuan BPK.
Ia juga mempermasalahkan status lahan yang dibeli Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang merupakan hak guna bangunan. Artinya, tanpa harus mengeluarkan dana, tanah itu akan otomatis menjadi milik negara.
"Untuk apa lahan yang dua tahun lagi otomatis jadi milik Pemda tapi beli seharga Rp 800 miliar," tuturnya. "Toh 800 miliar bisa buat kepentingan rakyat."
Pada Kamis, 10 Maret 2016, KPK menegaskan bahwa belum ada indikasi adanya korupsi dalam kasus pengadaan lahan untuk Rumah Sakit Sumber Waras.
Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, lima pimpinan KPK bulat menyatakan hal tersebut. "Kami komisioner sepakat bahwa kasus tersebut perlu penyelidikan lebih lanjut," katanya.
FRISKI RIANA