TEMPO.CO, Jakarta - Kebakaran tabung chamber di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Mintohardjo, Bendungan Hilir, Jakarta pada Senin, 14 Maret 2016, membuat sejumlah pasien trauma. Pada saat kejadian, ada beberapa pasien yang juga tengah menjalani terapi oksigen hiperbarik di tabung chamber lain.
Seorang saksi mata peristiwa terbakarnya tabung chamber Miangas menceritakan kejadian itu berlangsung sangat cepat. Saat itu, saksi yang minta tidak disebutkan identitasnya tersebut tengah menemani kerabatnya yang harus memperoleh terapi oksigen. Kebetulan kerabatnya berada di tabung chamber tepat di sebelah tabung chamber Miangas yang terbakar.
Ketika tabung chamber tersebut terbakar, ia berada di depan ruang chamber, di Ruang Udara Bertekanan Tinggi Hyperbaric Center. Sekitar pukul 13.10, tabung chamber Miangas Island untuk VVIP berkapasitas empat orang mengeluarkan percikan api dan asap hitam.
Dalam hitungan detik, empasan angin dari tekanan oksigen dalam tabung membuat kakinya terluka. Api mulai terlihat dari dalam tabung dan angin begitu cepat berembus. Kaca tempat ia bersandar di ruang tunggu bergetar. “Saya berpikir orang dalam tabung tidak akan selamat, itu terjadi dalam hitungan detik,” ujarnya.
Saksi itu panik melihat kebakaran tersebut. Ia memberi kesaksian, saat kejadian, tidak terlihat petugas yang bergegas memadamkan api. Bahkan tidak ada yang bertindak untuk menyelamatkan korban yang berada dalam tabung.
Wanita perawat, petugas penjaga, personel berseragam, dan teknisi, tidak terlihat bertindak. Saat itu, teknisi dalam ruangan tidak ada. “Bahkan saya disuruh keluar mengikuti perawat yang melarikan diri. Lebih baik saya mati bersama keluarga saya,” katanya.
Beberapa petugas mulai datang ketika ia dan saksi mata lain berteriak meminta pertolongan segera. Namun, kata dia, yang datang hanyalah beberapa personel berseragam yang petantang-petenteng sambil memegang senjata. “Kenapa hanya keluar-masuk, pernah tidak tentara menangani ini?” katanya.
Tak lama kemudian, ia mendengar sirine dari beberapa ambulans berbunyi. Petugas menutup semua akses pintu masuk. Pasien terapi oksigen yang selamat dipindahkan di ruang rawat di lantai empat sampai Kepala Staf Angkatan Laut datang. Ia mengatakan rumah sakit baru dibuka kembali ketika tim dari kepolisian datang.
Selasa, 15 Maret 2016, saksi kembali mengantar kerabatnya menjalani perawatan setelah terapi oksigen. Sambil duduk di warung kopi di depan Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Mintohardjo, dia bercerita insiden terbakarnya tabung chamber membuat kerabatnya menunda sejenak terapi yang dijalani.
“Seharusnya setiap hari, tapi tidak tahu kalau begini sampai kapan,” kata saksi mata tersebut. Sehari sebelumnya, kerabatnya menggunakan tabung chamber berkapasitas 14 orang dengan tarif Rp 300 ribu.
Ia bercerita kerabatnya harus menjalani 10 hari masa terapi untuk sakit yang dideritanya. Namun, memasuki hari kedua terapi, ia mendapati kenyataan bahwa tabung untuk terapi kelas VVIP berkapasitas empat orang yang berada tepat di sebelahnya terbakar. “Dia trauma. Saya yang melihat saja trauma,” katanya.
Berdasarkan cerita kerabatnya yang berada di tabung non-VIP, saat kejadian, ia melihat tabung di sebelahnya terbakar. Pasien yang berada di dalam tabung tersebut tidak dapat berbuat apa-apa karena tekanan dalam tabungnya masih tinggi. “Saat itu belum ada teknisi. Kerabat saya trauma melihat kejadian itu,” katanya. “Seharusnya terapi 10 hari, tapi baru hari kedua sudah begini,” katanya lagi.
Menurut saksi, di ruang udara bertekanan tinggi tersebut terdapat tiga tabung chamber yang dioperasikan. Seharusnya, beberapa pasien menggunakan tabung chamber yang berada di bangunan baru hiperbarik, tepat di sebelah bangunan lama yang terbakar. “Katanya alat di bangunan baru tekanan udaranya sedang hilang, jadi harus pindah ke yang lama,” ujarnya.
Untuk menggunakan terapi oksigen kelas VIP, kata dia, harus mengeluarkan biaya Rp 1,5-2 juta untuk sekali terapi. Ia menjelaskan, dalam tabung chamber VIP, pasien bisa lebih lega beraktivitas di dalam karena strukturnya yang lebih tinggi. Berbeda dengan kelas non-VIP yang lebih kecil. “Kalau masuk memang harus nyungsep, ukurannya setinggi orang duduk,” katanya.
ARKHELAUS WISNU