TEMPO.CO, Jakarta - Seto Mulyadi dari Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan kasus kekerasan terhadap anak akan terus meningkat bila tanpa ada peran serta masyarakat untuk mencegahnya. Padahal secara aturan sudah jelas disebutkan bahwa seluruh masyarakat dituntut untuk berperan aktif mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak. "Dalam UU Perlindungan Anak, siapa pun yang mengetahui adanya tindak kekerasan terhadap anak namun tidak melaporkannya, maka sanksi pidana lima tahun penjara," kata Seto di Markas Kepolisian Resor Jakarta Selatan, Jumat, 25 Maret 2016.
Seto mengatakan seharunya peraturan itu dipopulerkan. Bahkan, kalau perlu dibentuk lembaga yang berperan melakukan pemantauan dan pencegahan kekerasan terhadap anak di tingkat rukun tetangga dan rukun warga. "Sehingga masyarakat bisa diberi penjelasan mengenai peran serta yang dilakukan," katanya.
Sebelumnya, Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan berhasil menetapkan empat tersangka dalam kasus perdagangan dan eksploitasi anak. Penetapan dilakukan secara bertahap sejak Kamis kemarin sampai hari ini.
Berdasarkan temuan polisi, salah satu modus pelaku adalah menyewakan anak kepada joki three in one yang dibanderol seharga Rp 200 ribu. Anak-anak yang menjadi korban, mulai dari bayi berusia enam bulan sampai anak berusia tujuh tahun. Bayi tersebut juga diberikan obat penenang dua kali sehari supaya tidak rewel saat dibawa joki tersebut. Sementara bagi anak yang menolak akan mendapat perlakuan kasar.
Menurut Seto, anak-anak yang disewakan itu sudah menjadi bisnis yang besar dan dikhawatirkan akan merambah ke dunia lain. Bila anak tersebut dirusak dengan eksploitasi akan merusak pribadi mereka di masa mendatang.
Di sisi lain, pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang diwakili Erlinda, turut mengapresiasi kerja kepolisian. Menurut dia, kasus perdagangan anak merupakan kasus yang tidak mudah diungkap, penuh trik, dan diduga ada sindikat. "Jika ada potensi dieksploitasi secara ekonomi harus diproses secara hukum," tuturnya.
FRISKI RIANA