TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan Dinas Sosial akan terus merazia kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) untuk menekan jumlah kasus eksploitasi anak di DKI Jakarta. Menurut dia, selama ini anak sering dimanfaatkan orang tua untuk mendapatkan uang.
Basuki mengatakan eksploitasi anak paling sering ditemukan dengan modus joki di kawasan 3 in 1. Orang tua yang membawa anaknya kerap memberikan obat penenang agar anak tidak rewel ketika dibawa ke jalan. "Makanya saya sedang mengkaji 3 in 1, mungkin saya hapus saja," kata Ahok—sapaan akrab Basuki—di Balai Kota, Senin, 28 Maret 2016.
Jika sudah ada electronic road pricing atau ERP, menurut Ahok, program 3 in 1 akan dihentikan. Program 3 in 1 atau tiga orang dalam satu mobil terbilang tidak efektif jika bayi atau anak tetap dihitung.
"Maka saya kaji, sebenarnya enggak ada guna juga 3 in 1 kalau orang pada bawa-bawa bayi dihitung, dikasih obat supaya enggak merengek-rengek. Kalau enggak dikasih obat kan takutnya mengganggu yang punya mobil. Ini kan enggak benar," tuturnya.
Beberapa waktu lalu, polisi mengungkap salah satu modus yang dipakai pelaku eksploitasi anak adalah menggunakan obat penenang. Para pelaku melakukan praktek sewa-menyewa anak. Anak dijadikan sumber nafkah orang tua dengan harga sewa Rp 200 ribu.
Agar tidak rewel, anak-anak tersebut diberi obat penenang jenis Riklona (clonazepam) 2 miligram supaya tidak rewel. Selain itu, bila anak tidak mau melakukan perintah, ia akan mendapat perlakuan kasar dari orang tuanya. Peristiwa serupa tak hanya terjadi dalam joki 3 in 1. Ahok menyebutkan kasus serupa sering terjadi pada anak penerima Kartu Jakarta Pintar.
Ahok menuturkan KJP kerap dimanfaatkan untuk menarik uang tunai secara kontan. Uang tersebut disinyalir digunakan bukan untuk anak-anak ataupun kebutuhan sekolah. "Dikasih KJP, duit anaknya diambilin. Anaknya tetap enggak pakai sepatu dan tas baru. Uangnya dibelanjain, nongkrong di Indomaret, dibelanjain di mal," katanya.
LARISSA HUDA