TEMPO.CO, Bekasi – Pemerintah Kota Bekasi mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempercepat pembahasan penambahan atau adendum kerja sama pemanfaatan lahan Tempat Pembuangan Akhir Bantargebang. Pemerintah Kota Bekasi berharap bisa berbagi ruang di TPA seluas 110 hektare milik Pemprov DKI yang ada di wilayahnya itu.
Kepala Dinas Kebersihan Kota Bekasi Abdillah mengatakan, bila pembahasan tertunda lagi, Bekasi khawatir akan menuai bencana sampah. “Kami sedang krisis sampah saat ini,” ucap Abdillah akhir pekan lalu.
Abdillah menjelaskan, TPA milik Kota Bekasi yang ada di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, sudah kelebihan beban. Timbunan sampah di TPA seluas 15,18 hektare itu sudah setinggi 15-20 meter. Adapun pembebasan lahan seluas 3,6 hektare senilai Rp 16 miliar untuk perluasan zona tempat pembuangan akhir itu belum kunjung selesai.
Dalam rancangan adendum yang diajukan sejak tiga bulan lalu, Pemkot Bekasi minta diizinkan membuang sampah di TPA Bantargebang dengan keringanan pembayaran biaya kepada pengelola atau tipping fee. “Kalau DKI Jakarta setuju, kami usulkan tipping fee pada Anggaran Belanja Tambahan (ABT) tahun ini,” tutur Abdillah.
Jika dalam rentang waktu dua-tiga bulan ke depan Bekasi belum memperoleh lahan tambahan, sementara DKI Jakarta tidak mengizinkan masuknya sampah Bekasi ke TPA Bantargebang, sampah warga Bekasi akan menumpuk di luar TPA. Sampah yang diproduksi warga Bekasi sekitar 1.500 ton per hari. Adapun yang terangkut ke TPA hanya sekitar 60 persennya.
Asisten Daerah Bidang Administrasi Sekretariat Daerah Kota Bekasi Dadang Hidayat mengatakan lambannya pembahasan adendum karena ada beberapa item yang belum disepakati. Selain itu, ada peraturan lama yang belum dicabut. “Pencabutan juga harus mendapat kesepakatan,” ucapnya.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Adji belum bisa memastikan nantinya pihaknya bisa berbagi TPA Bantargebang dengan Pemkot Bekasi. Menurut dia, Jakarta pun sedang kebingungan menghadapi kondisi TPA Bantargebang yang saat ini hampir overload. Kalau ditambah sampah dari Bekasi, ujar dia, persoalan berpindah ke Jakarta.
“Karena ini berkaitan dengan perencanaan 2017, Bappeda (Badan Perencanaan Daerah) juga ikut membahasnya,” tuturnya.
Begitu juga dengan permintaan kenaikan uang kompensasi bau sampah. Alasannya, uang kompensasi yang ditujukan untuk community development tersebut melekat pada tipping fee. Sementara itu, nilai tipping fee ada dalam perjanjian kerja sama dengan pengelola.
“Sekarang kami ingin uang dari DKI langsung masuk rekening penerima uang bau, tapi terbentur peraturan lama,” kata Isnawa.
ADI WARSONO