TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Syarif mengatakan pihaknya tak bisa ditekan untuk segera menaikkan penyelidikan dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras ke penyidikan. Menurutnya, kasus Sumber Waras masih memerlukan pendalaman yang matang.
"Kami ini lembaga independen, kami tak bisa ditekan pemerintah, partai politik, atau masyarakat," ujar Laode di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 15 April 2016.
Baca: Ahok: Jangan Pancing Terus, Saya Mau Kerja
Menurut Syarif, KPK bergerak berdasarkan bukti dan fakta, bukan oleh desakan dan opini publik. "Kalau fakta dan bukti cukup maka akan kami lanjutkan, kalau tidak, tidak akan kami lanjutkan," ujar Syarif.
Ihwal adanya dugaan korupsi pada pembelian rumah sakit itu, Laode mengaku masih memeriksa hasil audit yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan dengan keterangan yang diberikan Ahok. "Kami mengecek kualitas auditnya, dibandingkan dengan keterangan (Ahok) itu. Hasilnya nanti diumumkan kalau sudah selesai," ujar Laode.
Baca: Soal Sumber Waras, KPK: Kalau Nggak Ada Korupsinya Gimana?
Hasil audit BPK dan keterangan Ahok, tutur Laode, akan dibandingkan juga dengan hasil penyelidikan KPK sendiri. Menurut Laode, KPK belum berencana memanggil petugas BPK terkait dugaan korupsi pembelian lahan ini. "Belum sekarang, tapi nanti kalau memang butuh ya kami panggil," ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menuturkan KPK tak akan sembarangan mengusut kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Menurutnya KPK hanya fokus di urusan korupsi, bukan yang lain. “Kalau nggak korupsi gimana kami mau masuk? Jadi kalau nggak ada korupsinya jangan didesak-desak,” ujar Saut di Jakarta, Kamis, 14 April 2016.
Baca: Protes BPK, Ahok: Lu Kira Gue Takut!
Saut menuturkan bahwa KPK masih harus memahami seluruh proses itu dengan utuh. “Kan prosesnya jadi tanda tanya. Tapi, proses pelelangan seperti apa, timnya seperti apa, kami kan nggak masuk di situ."
Dugaan korupsi ini mulai dilirik KPK pada 20 Agustus 2015. Kasus mencuat dari hasil audit BPK Jakarta atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta pada 2014. BPK menganggap prosedur pembelian lahan rumah sakit tersebut menyalahi aturan. Menurut mereka, harga lahan yang dibeli jauh lebih mahal, dan menimbulkan kerugian keuangan daerah hingga Rp 191 miliar.
YOHANES PASKALIS