TEMPO.CO, Jakarta - Bakal calon gubernur DKI Jakarta Yusril Ihza Mahendra yang akan berlaga melawan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan berniat untuk membuat kebijakan khusus untuk mengangkat kembali eksistensi suku Betawi di Jakarta.
"Apabila saya dipilih, saya akan undang tokoh Betawi, budayawan, sejarawan untuk mendefinisikan dan merumuskan Betawi itu dan memberikan kekhususan," kata Yusril di depan Komunitas Jakarta Teguh Beriman, Kramat Sentiong, Jakarta, Minggu 17 April 2016.
Simposium mengenai Betawi, kata dia, diperlukan untuk merumuskan definisi Betawi agar dapat dirumuskan kebijakan yang tepat. Ia berujar sebelumnya menjadi tim peneliti tentang Betawi Condet pada masa Gubernur Ali Sadikin. Saat itu, ia merekomendasikan supaya Condet dijadikan cagar budaya Betawi. "Tetapi sayang itu tidak konsisten dilakukan," kata dia.
Sementara itu, pengamat perkotaan dari Budgeting Metropolitan Watch Amir Hamzah menilai usulan Yusril wajar. Sebabnya, Jakarta memiliki peran ganda yang diatur dua peraturan yang berbeda sebagai ibu kota negara dan daerah otonomi. "Kalau dia akan undang para tokoh Betawi untuk berbicara hal ini, ini gagasan yang wajar untuk didukung," ujar dia.
Amir mengatakan Jakarta diatur dua undang-undang. Pertama, Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 sebagai Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara.
Menurut dia, dua undang-undang ini harus menjadi pemikiran calon gubernur untuk memastikan dua undang-undang ini tidak bertabrakan. "Apakah Jakarta harus diatur dengan UU yang berbeda atau pilih salah satu agar tidak terjadi tabrakan," kata dia.
Akibatnya, kata dia, Undang-Undang harus jelas membatasi mana peran Jakarta sebagai daerah otonom, sebagai ibukota negara, dan hak masyarakat lokal Betawi yang juga sudah diatur di konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Kedudukan masyarakat Betawi malah sudah diatur dalam konvensi PBB," kata dia.
ARKHELAUS W.