TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berencana menghilangkan jalur lambat di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Ahok menuturkan tujuan penghapusan jalur lambat semata-mata untuk melebarkan jalur pejalan kaki atau trotoar hingga 9,5 meter. Nantinya, trotoar digunakan untuk memudahkan penumpang turun-naik bus. "Kenapa trotoar diperlebar? Karena orang keluar dari (jalur) yang berbasis rel, jalan kaki bagaimana?" katanya.
Menurut dia, keputusan untuk menghapus ruas jalan jalur lambat harus segera diambil guna menata jalur pejalan kaki di koridor mass rapid transit tahap I. Meski banyak yang beranggapan langkah tersebut dapat mempersempit ruas jalan kendaraan di Ibu Kota, Ahok mengatakan kemacetan tidak akan berkurang. Bahkan, meski Pempov DKI terus memperlebar ruas jalan. "Kalau bilang kemacetan, kamu mau nambah jalan berapa pun tidak akan pernah menang lawan (pertambahan jumlah) mobil," kata Ahok di Balai Kota, Senin, 18 April 2016.
Dengan begitu, pejalan kaki, khususnya penumpang kereta dan bus, nyaman melalui trotoar yang lebar. Dihapusnya jalur lambat berarti Pemprov DKI Jakarta akan melarang sepeda motor melintas di sepanjang Jalan Sudirman-M.H. Thamrin. Selain itu, pohon yang berada di perbatasan separator antara jalur lambat dan jalur cepat akan ditebang dan dipindahkan ke trotoar.
"Kalau kamu lebarin jalan terus, (untuk) mobil terus, enggak bakal selesai. Ya udah, dipotong aja. Yang kami perlebar itu trotoar. Jumlah kendaraan (tetap) sama, kok. Enggak (tambah macet) dong, kan jumlah mobil sama. Pohon itu yang dipotong. Nah, pohonnya dipindahkan ke trotoar yang lebar," kata Ahok.
Penghapusan jalur lambat merupakan imbas pelebaran trotoar karena proyek MRT segera rampung. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta berupaya mendorong masyarakat menggunakan mode transportasi massal. Jalan Jenderal Sudirman tersisa empat lajur dan satu lajur khusus untuk Transjakarta pada jalan dari dan menuju Blok M.
LARISSA HUDA