TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi D DPRD DKI Mohammad Sanusi menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin, 18 April 2016. Diantar dengan mobil tahanan, ia didampingi kuasa hukumnya.
Tersangka penerima suap pembahasan Raperda reklamasi teluk Jakarta ini diperiksa sebagai saksi untuk bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.
Sanusi tak mau menjawab saat ditanya soal pertemuan Geng STOP dengan Sugianto Kusuma alias Aguan, bos raksasa properti Agung Sedayu Group. Geng STOP adalah pejabat teras DPRD yang disebut-sebut menabur suap dan mengarahkan politikus menyetujui Rancangan Peraturan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Geng STOP terdiri dari Selamat Nurdin, M. Taufik, M. Sangaji alias Ongen, dan Prasetyo Edi Marsudi. Mereka dijamu di teras belakang rumah Aguan di Jalan Boulevard Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, persis di dekat pusat Buddha Tzu Chi yang didirikannya. Pertemuan itu disebut-sebut atas perantara Sanusi.
Kepada Tempo, kuasa hukum Sanusi, Irsan Gusfrianto membenarkan adanya pertemuan tersebut. "Bang Uci (Sanusi) itu diajak sama kakaknya," kata dia. Kakak yang dimaksud adalah Ketua Baleg DPRD Mohamad Taufik.
Berita Terbaru: Suap Reklamasi Teluk Jakarta
Dalam pertemuan tersebut, Sanusi hanya menjelaskan bahwa raperda idealnya selesai dalam waktu 1,5 bulan. Soal perdebatan kontribusi senilai 15 persen atau 5 persen, nantinya bisa diatur dalam peraturan gubernur. "Setelah itu Bang Uci pergi ke ruang tengah, tidak ikut pembahasan lainnya," kata Irsan.
Irsan mengatakan Sanusi sudah kenal dekat dengan Ariesman dan Aguan sejak lama. Sebelum menjadi anggota dewan, Sanusi sering membantu penjualan properti kedua bos kaya itu. "Jadi memang sebelum jadi DPRD, Bang Uci itu sudah kaya."
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam pertemuan itu mereka membahas kemungkinan menurunkan kontribusi tambahan dari 15 menjadi 5 persen. Pembahasan Raperda itu alot selama Januari hingga Maret 2016. Gubernur Ahok bertahan di angka 15 persen. Tapi dalam draf terakhir, nilai kontribusi sudah hilang dan akan diatur dalam peraturan gubernur.
Perantara pertemuan adalah Mohamad Sanusi, politikus Partai Gerindra yang menjadi tersangka suap Rp 2 miliar. Hingga Sanusi ditangkap terkait kasus suap proyek reklamasi itu, KPK mendeteksi ada tiga kali distribusi suap kepada anggota DPRD, melalui para pimpinan Dewan.
MAYA AYU PUSPITASARI