TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta Sumarno mengatakan draf perubahan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang pencalonan pemilihan kepala daerah tidaklah rumit. “Sederhana, kok, itu,” kata Sumarno kepada Tempo saat dihubungi, Selasa, 19 April 2016.
Dalam draf tersebut ada satu ayat tambahan dari aturan sebelumnya, tepatnya pada pasal 14. Di dalam pasal tersebut, ayat 8 berbunyi meterai harus dicantumkan dalam surat pernyataan dukungan yang dihimpun secara perseorangan ataupun juga dibubuhkan dalam surat pernyataan dukungan yang dihimpun secara kolektif per kelurahan. Aturan ini menyangkut dukungan kepada calon-calon independen.
Menurut Sumarno, tim penggalangan dokumen calon kepala daerah bisa memilih apakah tetap memakai dukungan perseorangan dengan meterai satu per satu atau data disusun per kelurahan yang hanya membutuhkan satu meterai senilai Rp 6.000.
Peraturan ini dipertanyakan karena diduga bisa mengganjal jalan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang maju lewat jalur independen. Ahok memilih mengambil jalur independen bersama relawan Teman Ahok dan menggandeng Heru Budi Hartono sebagai calon wakilnya.
Sumarno menjelaskan, draf ini berawal dari masyarakat yang ingin adanya perubahan dalam peraturan. Menurut dia, ada masyarakat yang tak ingin memberi dukungan secara kolektif, tapi menginginkan agar dukungan yang diberikan tetap sah.
Dia meminta draf ini tidak diartikan bahwa tim penggalangan dukungan bagi calon-calon independen harus menyiapkan jumlah uang yang besar untuk membeli meterai itu. “Jangan diartikan misalnya DKI butuh dukungan 532 ribu, terus dikali meterai Rp 6.000, hasilnya miliaran,” ujarnya.
Kapan draf tersebut akan disahkan? Sumarno menjawab, seharusnya sebelum Agustus 2016 sudah selesai karena pembukaan pendaftaran perseorangan akan dibuka pada bulan itu. “Sekarang masih uji publik agar ada masukan dari masyarakat lalu dibawa ke DPR,” ucapnya.
DIKO OKTARA