TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok mengakui tidak mudah melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Bank DKI. "Waktu kami masuk sudah curiga, pengawasan itu enggak gampang. Makanya kami ganti sama yang profesional kan sekarang," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu, 20 April 2016.
Hal ini dikemukakan Ahok terkait dengan ditetapkannya mantan Direktur Utama Bank DKI Eko Budiwiyono dan mantan Direktur Pemasaran Bank DKI Mulyatno Wibowo sebagai tersangka di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada hari ini.
Cara termudah melakukan pengawasan adalah dengan membuat Bank DKI melakukan right issue dan go public. Ahok berharap dengan dilakukannya langkah-langkah ini, Bank DKI dapat menemukan strategic partner. "Bank dalam negeri kek, bank luar negeri yang hebat, terus punya saham, maka itu akan terjadi pengawasan, itu harapan saya."
Kasus ini sendiri sebenarnya telah bergulir cukup lama. Dalam kasus pemberian kredit Bank DKI tahun 2013 ini, negara dirugikan sebesar Rp 267 miliar. Kejati juga telah menetapkan tersangka lainnya sebelumnya. Empat tersangka lainnya yaitu Group Head Kredit Komersial Korporasi Bank DKI Dulles Tampubolon, Account Officer Korporasi Bank DKI Hendri Kartika Andri, pemilik PT Likotama Harum Supendi, dan Gusti Indra selaku pemimpin analisis risiko Bank DKI.
Eko dan Mulyatni merupakan pengurus pada 2014. Keduanya dikenakan pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Awal kasus ini bermula dari pinjaman kredit yang dilakukan oleh PT Likotama Harum dan PT Mangkubuana Hutama Jaya. Kedua perusahaan konstruksi ini mengajukan pinjaman sebesar Rp 230 miliar, untuk pinjaman pembangunan jembatan Selat Rengit, Riau; pembangunan pelabuhan kawasan Dorak, Selat Panjang, Riau; pembangunan gedung Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kebumen; dan pengadaan konstruksi bangunan sisi utara di Kabupaten Paser, Kalimantan.
Namun, ternyata pengerjaan proyek tidak dilakukan kedua perusahaan ini. Pasalnya, pemenang tender yang sesungguhnya bukanlah kedua perusahan tersebut. Keduanya dianggap memalsukan dokumen dan data agar terlihat sebagai pemenang tender. Pejabat Bank DKI yang mengetahui hal ini ternyata tetap mencairkan kredit ini.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI