TEMPO.CO, Jakarta -Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bidang Air dan Sumber Daya Air Firdaus Ali menyebutkan Teluk Jakarta dalam proses kematian ekologis yang mengerikan. Untuk membenahi itu, pemerintah membutuhkan biaya besar.
Dia menganggap reklamasi di Teluk Jakarta bisa menopang restorasi kerusakan tersebut. "Restorasi teluk Jakarta cost-nya mahal. Sehingga, reklamasi bisa jadi masa depan Ibu Kota," kata Firdaus dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu 22 April 2016.
Firdaus menganggap reklamasi perlu lantaran luas wilayah Kota Jakarta tak mendukung jumlah penduduknya. Dengan luas lahan 662 kilometer persegi, Jakarta memiliki 13,2 juta jiwa penduduk. Ia membandingkan Jakarta dengan Singapura, negara seluas 752 kilometer persegi yang hanya didiami oleh 4,9 juta jiwa penduduk.
Baca: Walhi: Moratorium Reklamasi Sebatas Retorika Politik
Menurut Firdaus, penduduk DKI yang begitu padat tak mungkin diimbangi dengan penggunaan lahan-lahan yang sudah ada. Ia mencontohkan, proses pembuatan sodetan di Kali Ciliwung. Sampai kini, pembuatan sodetan terkendala pembebasan lahan. Perluasan Jakarta ke selatan juga hanya memperparah kondisi lingkungan.
Reklamasi, kata dia, menjadi bagian dari upaya peningkatan daya dukung Jakarta atas kepadatan jumlah penduduknya yang kian padat. "Memperluas ruang baru lebih mudah ketimbang membebaskan lahan. Kalau ke selatan hanya akan menghancurkan kondisi Jakarta," kata Firdaus.
Firdaus menganggap reklamasi sebagai kebutuhan negara dan pemerintah untuk memperluas jaringan bisnis dan menopang kebutuhan sosial. Reklamasi dapat mengatasi keterbatasan fiskal dalam pembangunan di Jakarta.
Baca: Stafsus Menteri PU: DKI Membidik Pajak Besar dari Reklamasi
Dana restorasi Teluk Jakarta bisa diperoleh dari dana kontribusi pengembang di pulau reklamasi yang bisa mencapai Rp 4,8 triliun. "Dana tersebut tinggal dikawal saja. Pemasukan uang tadi dapat dialokasikan untuk pembangunan," kata Firdaus.
LARISSA HUDA