TEMPO.CO, Bogor - Ratusan sopir dan pemilik mobil angkutan perkotaan (angkot) dari sejumlah trayek di Kota Bogor, berunjuk rasa di kantor Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Rabu, 27 April 2016.
Mereka menolak pemberlakuan sistem satu arah (SSA) searah jarum jam di seputar Kebun Raya dan Istana Bogor oleh Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Sistem arus lalu lintas itu dinilai mengakibatkan berkurangnya pendapatan sopir sehingga mereka tidak bisa membayar sewa kepada pemilik angkot.
Muhamad Adjo, 35 tahun, pengemudi angkot 06 trayek Ramayana-Ciheuleut, mengatakan setelah diberlakukan SSA, semua sopir angkot tidak bisa membayar sewa pada pemilik mobil. "Jangankan untuk dibawa ke rumah, untuk setor mobil aja selalu tekor," katanya saat ditemui di Balai Kota Bogor.
Dia mengatakan, sebelum diberlakukannya SSA, pendapatan sopir bisa mencapai Rp 175 ribu, sehingga sopir bukan hanya bisa membayar setoran angkot pada pemilik, sisanya dibawa pulang untuk memenuhi biaya rumah tangga. "Sekarang untuk mendapat uang Rp 50 ribu saja sangat susah karena banyak sewa tidak mau naik angkot," katanya.
Bahkan sering kali sesama pengemudi angkot yang berbeda trayek, yang jalurnya bersinggungan menggunakan jalur SSA, berebut penumpang. "Beberapa teman kami di lapangan selalu adu mulut dengan sopir trayek lain karena berebut penumpang," katanya.
Ratusan orang yang terdiri atas pemilik angkot, sopir, dan sopir tembak yang ikut dalam aksi ini dari beberapa trayek, di antaranya 02, 06, 11, 13, dan 08, yang sangat terdampak. "Hanya tiga trayek angkot saja yang meraup keuntungan dengan adanya SSA, tapi sisanya rugi karena tiap hari hanya bisa mendapatkan uang Rp 25-30 ribu saja," katanya.
M. SIDIK PERMANA