TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Resor Kota Bekasi Kota, menggerebek klinik aborsi Bekasi Medical Centre di Jalan Juanda, Kelurahan Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, Kamis, 28 April 2016. Ternyata, meski sudah lebih dari 10 tahun beroperasi, polisi baru mengendusnya.
Kepala Polresta Bekasi Kota, Komisaris Heri Sumarji, mengatakan, sudah ada tujuh tersangka dalam pengungkapan kasus itu. Mereka adalah, YS, MRYN, NN, KRTN, dan MMN. Sedangkan, dua orang masih dalam pengejaran yaitu pemilik klinik dr. JBT dan dokter yang membuka praktek ialah dr. ALD.
"Pengungkapan ini berdasarkan informasi dari masyarakat," kata Heri, Kamis, 28 April 2016. Ia mengatakan, dari hasil penyelidikan, bahwa klinik tersebut ilegal. Sebab, izin klinik sudah kadaluarsa sejak sepuluh tahun lalu. Adapun, izin klinik hanya untuk praktek dokter umum.
Ironisnya para pelaku yang membuka praktek aborsi di klinik itu tak ada yang mempunyai izin praktek. Hanya satu orang yang merupakan lulusan sekolah perawat kesehatan. Adapun, pemiliknya dokter Jabat dan dokter yang membuka praktek dr. ALD hanya dokter umum biasa. "Obat-obatan yang digunakan sebagian besar kadaluarsa," kata Heri.
Sementara, ketua RT setempat, Mastur Abdur Rahman mengatakan, dokter Jabat sudah membuka praktek sejak puluhan tahun lalu. Bahkan, pernah ditangkap polisi diduga kasus yang sama. Namun, tak lama kemudian sudah keluar kembali. "Mungkin karena banyak uang," kata Rahman.
Sejumlah warga menyebut, bahwa klinik tersebut sudah ada sejak tahun 90-an. Dokter Jabat sendiri sebelumnya merupakan pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi sebelum ada pemekaran. Namun, diduga terlibat kasus, Jabat akhirnya mengundurkan diri. "Pasiennya banyak, masyarakat umum," kata dia.
Berdasarkan pengamatan Tempo, klinik Bekasi Medical Centre berada dalam satu kawasan di atas lahan sekitar satu hektar di dalamnya terdapat pemancingan, dan restoran yang telah lama tak ada aktivitas. Selain itu, ada tiga gedung berlantai dua. Dua untuk praktek dokter, dan satu untuk farmasi. Dua ruangan diduga kuat untuk praktek aborsi, karena terdapat kasur dan bantal.
Dari pengungkapan kasus itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti antara lain, catatan medis, buku pendaftaran, alat kedokteran, bekas darah pada tisu, alat suntik, obat-obatan kadaluarsa, dan kamera pengawas, serta sejumlah tulang belulang kecil berukuran 1-3 sentimeter.
Para tersangka patut diduga telah melakukan tindak pidana aborsi sesuai pasal 194 Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan atau pasal 77 A UU RI nomor 35 tahun 2004 tentang perlindungan anak dan atau pasal 78 UU RI nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran. Ancamannya 10 tahun penjara.
ADI WARSONO