TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama enggan mengomentari alasan luas inlet sodetan Bidara Cina yang berubah. Perubahan inlet inilah yang menjadi salah satu faktor yang mendasari gugatan warga Bidara Cina ke Pengadilan Tata Usaha Negara. "Saya enggak tahu, itu urusannya PU pusat (Kementerian Pekerjaan Umum)," kata Ahok di kantor Gubernur DKI, Kamis, 28 April 2016.
Ahok mengaku tidak mengetahui alasan perubahan inlet tersebut. Padahal keputusan perubahan inlet ditandatangani pada masa kepemimpinan Ahok sebagai Gubernur DKI. Inlet tersebut menjadi lebih luas dibanding surat keputusan yang ditandatangani pada masa kepemimpinan Gubernur DKI Joko Widodo.
Dalam Surat Keputusan Gubernur Nomor 2779 Tahun 2015 disebutkan lahan yang akan dibebaskan untuk inlet sudetan kali Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur seluas 10.357 meter persegi. Padahal, dalam surat keputusan tertanggal 16 Januari 2014 yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Nomor 81 Tahun 2014, luas lahan yang akan dibebaskan hanya 6.095,94 meter persegi.
Menanggapi hal ini, Ahok enggan berkomentar lebih lanjut, termasuk mengenai kemenangan warga Bidara Cina di PTUN pada Senin lalu. Ahok hanya menjawab singkat soal kemenangan itu. Ia pun menyatakan akan melanjutkan sodetan. Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI menyatakan akan melanjutkan kasus ini ke Mahkamah Agung.
Perwakilan warga Bidara Cina, Astriyani, mengaku tidak mempermasalahkan mengenai kebijakan pembangunan sodetan. Namun, tutur dia, warga kecewa lantaran tidak adanya sosialisasi mengenai SK ini. "Pada dasarnya, warga Bidara Cina mendukung program pembangunan pemerintah. Namun pembangunan harus dilaksanakan dengan memenuhi asas kecermatan, asas kepastian hukum, dan asas tidak menyalahgunakan wewenang, agar prosesnya tidak disusupi kepentingan lain yang bertentangan dengan kepentingan publik," ujar Astriyani.
Dengan dimenangkannya warga Bidara Cina, SK Nomor 2779 Tahun 2015 harus dibatalkan. SK tersebut juga dinyatakan tidak berlaku lagi, dan Pemprov DKI harus membayar biaya perkara pengadilan.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI