TEMPO.CO, Jakarta - Tenda cukup besar berdiri di reruntuhan bangunan di Kawasan Pasar Ikan, Penjaringann Jakarta Utara. Di dalamnya, sekelompok ibu-ibu duduk di atas terpal saling bercengkrama satu sama lain.
Panas terik dan debu tak membuat mereka beringsut. "Kami semua warga sini," kata Darmiah, warga Pasar Ikan yang rumahnya juga sudah diratakan, Senin 2 Mei 2016.
Darmiah berujar bersama ketiga rekannya itu pernah tinggal puluhan tahun di Pasar Ikan yang juga dikenal sebagai Kampung Akuarium itu. Darmiah, setelah penggusuran beberapa waktu lalu, mengaku menyempatkan diri untuk pulang ke kampung halamannya di Pemalang, Jawa Tengah.
Namun, rasa rindu membuatnya kembali ke Pasar Ikan. Sebelum diratakan dengan tanah dia berkuasa atas 24 kamar kost di kampung itu. "Ya saya di sini, setiap bulan bisa dapat duit tapi di kampung saya masih bingung," kata perempuan 56 tahun ini. .
Tidak hanya Darmiah. Tariyah, janda berusia 57 tahun, mengaku tak betah dengan rumah barunya di unit Rumah Susun Rawa Bebek, Jakarta Timur. Ia mengaku kehidupannya tak produktif lantaran jualannya tak laku di tempat barunya.
"Di sana masih sepi, gak ada orang," ujarnya sambil menambahkan, "Ada orang juga paling orang sini."
Darmiyah dan Tariyah mengaku heran dengan pemerintah yang merobohkan rumah yang dibangun bertahun-tahun. Tuntutan mereka sama, apabila ada penggusuran, pemerintah harus memberikan gantiuntuk kehidupan mereka, seperti rumah susun tanpa uang sewa.
"Rumah sepetak juga nggak apa-apa, yang penting mutlak hak milik. Kalau begini masa seumur hidup nyewa," katanya.
Sekitar 385 Keluarga Kampung Akuarium Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara masih bertahan di lokasi penggusuran. Menurut Aktivis Pemuda Kampung Akuarium, Muhammad Jamiad, banyak warga yang menolak dipindahkan ke rumah susun lantaran jarak yang jauh dan diwajibkan membayar uang sewa.
"Memang persoalan warga selama ini ada pada masalah uang sewa," kata Jumiad saat ditemui Tempo, di lokasi penggusuran di kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara.
ARKHELAUS W