TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Susanto, mengatakan akan sangat sulit memutus mata rantai perisakan atau bullying yang terjadi di sekolah. Untuk itu, ucap dia, butuh solusi yang juga radikal untuk menghilangkannya, khususnya di semua sekolah yang rentan terhadap perisakan.
"Kalau hanya mengandalkan guru bimbingan konseling (BK) atau guru kelas, ini akan tidak menyelesaikan masalah," ujar Susanto saat mendatangi Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Jakarta Selatan, Rabu, 4 Mei 2016.
Baca: Perisakan di SMA 3, DKI Persilakan Orang Tua Lapor Polisi
Menurut Susanto, kehadiran guru BK selalu identik sebagai penengah saat masalah sudah terjadi pada siswa. Padahal seharusnya guru sudah hadir sebelum masalah tersebut muncul ke permukaan. "Jangan justru baru hadir saat ada masalah," tuturnya.
Ia mengusulkan cara radikal dengan mendeteksi siswa yang berpotensi merisak siswa lain. Sistem pencegahan dan mekanisme penanganan perisakan, kata Susanto, sudah harus diterapkan sedini mungkin. "Jangan sampai kakak kelas melakukannya kepada adik kelasnya, kemudian terwariskan," ucap Susanto.
Baca: Bullying SMA 3, Ahok: Kalau Perlu Keluarkan dari Sekolah
KPAI tidak hanya mengintervensi kepada pihak sekolah, tapi juga siswa yang menjadi pelaku perisakan. Susanto berujar, ia tidak ingin pihak mana pun hanya menekan sekolah, tapi juga harus muncul kepeloporan dari siswa.
Selain itu, Susanto mengkritik sistem masa orientasi siswa (MOS) yang jauh dari esensi sebagai media pengenalan sekolah. Menurut dia, yang terjadi selama ini dalam sistem MOS hanyalah mewariskan tindak kekerasan dari satu generasi ke generasi berikutnya. "Itu yang tidak dibenarkan," tuturnya.
Baca: Kasus Bullying SMA 3 Jakarta, Ini Komentar Wali Kota Jaksel
Saat ada pertemuan antara guru dan murid di sekolah, Susanto meminta tidak hanya membahas program sekolah. Susanto meminta adanya tukar pikiran atau gagasan yang membahas karakter anak, sehingga bisa jauh dari tindak perisakan. "Tidak hanya membahas hukuman, tapi juga disiplin positif, agar tidak terulang," kata Susanto.
Kekerasan di sekolah kembali mencuat setelah seorang kakak kelas terlihat mengintimidasi adik kelasnya yang terekam melalaui video. Secara viral, video tersebut tersebar di media sosial. Dalam video itu terlihat beberapa siswi mengenakan seragam batik biru yang merupakan seragam SMAN 3 Jakarta sedang berkumpul dan menyiksa salah satu siswi.
Salah satu siswi yang diduga senior tampak menyiksa adik kelasnya dengan membuang abu rokok ke kepala korban. Selain itu, siswi yang diintimidasi itu kemudian disiram dengan air minum kemasan dan diminta mengisap rokok sambil memakai bra di luar seragam.
Berdasarkan pantauan Tempo, video yang memuat kekerasan itu sudah diblokir di situs YouTube. Sedangkan akun Instagram @momoyivana yang juga sempat mengunggah video kekerasan tersebut sudah ditutup aksesnya bagi publik.
LARISSA HUDA