TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Bidang Pemerintahan Wali Kota Jakarta Selatan Jayadi menyatakan pihaknya tetap meminta warga Kampung Lauser, Hang Jebat, RT 08 RW 08, Kelurahan Gunung, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, mengosongkan kawasan tersebut. Lahan itu merupakan lahan milik Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya, yang akan digunakan sebagai Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Hari ini warga Kampung Lauser menemui Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk membicarakan masalah tersebut. Dalam pertemuan itu, DPRD menyarankan surat perintah bongkar ditangguhkan.
Jayadi mengatakan hasil pertemuan itu akan disampaikan kepada Wali Kota. Mereka akan kembali membuka dialog dengan warga bersama PAM Jaya dan Badan Pertanahan Nasional. "Sebagaimana yang direkomendasikan DPRD," ujarnya di gedung DPRD, Senin, 9 Mei 2016.
Surat peringatan pertama telah dilayangkan PAM Jaya pada 29 April lalu. PAM Jaya, kata Jayadi, akan menyerahkan aset berupa tanah yang dihuni warga seluas 2.084 meter persegi kepada pemerintah DKI untuk dijadikan RPTRA.
"PAM Jaya akan menyerahkan tanah tersebut kepada Pemprov DKI. Nah, ini sesuai dengan rencana kota tanah tersebut akan dijadikan RPTRA. Kami akan kembalikan sesuai dengan fungsinya," tuturnya.
Pemerintah DKI, kata Jayadi, sebetulnya sudah mengajak warga berdialog untuk membicarakan solusi permasalahan. Namun warga tidak pernah menghadiri undangan tersebut. "Kami pun enggak main sikat. Tiga kali kami ajak berdialog, tapi warga tidak pernah datang," katanya.
Meskipun warga menganggap pemberitahuan pengosongan lahan terlalu cepat, Jayadi menampiknya. Menurut dia, soal lahan warga Leuser ini bukan persoalan cepat atau lambatnya pemberitahuan, melainkan ada hak orang lain yang harus diberikan.
"Karena sudah ada ketentuan. Kami hargai warga punya hak mereka kalau mereka bisa tunjukkan ada sertifikat bukti jual-beli atau girik. Tapi warga tidak bisa menunjukkan sama sekali," ucapnya.
Ada 63 keluarga yang menempati lahan seluas 2.084 meter persegi itu. Menurut Jayadi, warga yang tinggal di atas tanah PAM itu berawal dari orang tua mereka yang tinggal di sana karena statusnya sebagai pegawai PAM. Namun lahan tersebut digunakan secara turun-temurun. "Bahkan sudah banyak juga yang mengontrak di sana. Ada 30 keluarga yang mengontrak," katanya.
Saat ini, Jayadi menyebutkan, SP-1 tetap berlaku. Pemerintah DKI juga akan tetap menjalankan saran DPRD untuk menangguhkan surat perintah bongkar hingga waktu yang belum ditentukan.
LARISSA HUDA