Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

FEATURE: Tragedi Mei 1998, Mereka yang Setia Merawat Ingatan

Editor

Juli Hantoro

image-gnews
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat menyampaikan kata sambutan dalam Peringatan 18 tahun Tragedi Mei 98 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, 14 Mei 2016. Pada peringatan ini keluarga korban berharap tidak terjadi lagi peristiwa dan sejarah serupa terulang dikemudian hari. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat menyampaikan kata sambutan dalam Peringatan 18 tahun Tragedi Mei 98 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, 14 Mei 2016. Pada peringatan ini keluarga korban berharap tidak terjadi lagi peristiwa dan sejarah serupa terulang dikemudian hari. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Abdul Rahman tak pernah tahu di mana letak kubur adiknya, Iwan Santoso di pemakaman masal korban tragedi Mei 1998, Taman Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Tapi tiap tahun Abdul selalu menyambangi makam itu.

Seperti yang dilakukannya pada Sabtu, 14 Mei 2016 kemarin. Rahman menatap barisan makam yang ada di depannya. Hampir seratusan makam bernisan tanpa nama. Namun Rahman tetap khusuk berdoa.

Kenangan Rahman melayang pada 14 Mei 1998 silam. Sang adik, Iwan Santoso yang saat itu berusia 20 tahun, ikut menjadi korban saat Yogya Plaza (saat ini Citra Mall Klender), Jakarta Timur terbakar. Mal itu jadi sasaran massa yang menyerbu masuk untuk mengambil barang-barang di dalamnya.

Namun kondisi berubah menjadi horor setelah api melalap mal tersebut. Sekitar 400 orang terjebak di dalam mal itu. Mereka kemudian ditemukan tewas dengan tubuh terpanggang.

Para korban yang tak dikenali identitasnya kemudian dimakamkan secara massal di Pondok Ranggon. Nisan mereka hanya bertuliskan Korban Tragedi 13-15 Mei 1998 Jakarta.

Meski tak pernah mengetahui di mana kubur Iwan. Abdul Rahman termasuk yang setia mendatangi pemakaman ini tiap peringatan Mei tiba. Namun pria 58 tahun itu mengakui, peringatan tahun ini tak seperti tahun-tahun sebelumnya. "Jumlah kami tak sebanyak dulu," ujar ia.

Ia mengenang dulu para peziarah kerap memenuhi pekuburan itu. Setidaknya ada 200-an orang yang berziarah tiap Mei. Tapi kemarin, hanya 32 orang yang datang. "Sekarang bisa dihitung paling banyak keluarga korban 20 orang," kata Abdul Rahman.

Setelah peristiwa kelam 1998 itu Abdul bercerita para keluarga korban membentuk Tim Relawan Kemanusiaan. Mereka lalu bersama-sama berjuang meminta pemerintah mengungkap kebenaran kasus ini. Mereka juga mendirikan koperasi untuk memulihkan perekonomian setelah ditinggalkan keluarga yang menjadi tulang punggung.

Setelah 18 tahun peristiwa itu, jumlah keluarga korban yang bertahan di perkumpulan itu semakin berkurang. "Karena pada putus asa. Saya sendiri juga sebenarnya gak banyak menuntut lagi," kata Rahman. Ia menyatakan bahwa orang-orang yang meninggal dalam tragedi itu adalah korban politik. Ia sendiri baru menyadarinya beberapa tahun kemudian, setelah terlibat dengan komunitas dan memahami sejarah kelam itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Permintaan korban sederhana. Mereka meminta pemerintah menjelaskan soal peristiwa itu dengan terang. Mereka juga ingin memperbaiki nama baik korban yang meninggal. Sebab, warga yang wafat itu diberi cap sebagai penjarah.

Sejak era presiden BJ Habibie, keluarga korban terus mendesak agar informasi tentang kasus ini diusut. Menurut istri Rahman, Herwin Wahyuningsih, Habibie sempat membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) 1998. Namun masyarakat belum puas.

Setiap presiden berganti, mereka menuntut hal serupa. Termasuk meminta pemerintah menghilangkan stigma "penjarah" bagi korban jiwa. "Tetapi kami pernah demo di istana, digebuk," kata Rahman. Tak cuma kepada presiden, kata Rahman, warga juga menuntut ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Ruyati Darwin, 70 tahun, ibu dari korban Eten Karyana, mengatakan peringatan tragedi 98 tiap tahun ini bukan menggali luka. "Tapi bisa menjadikan semangat perjuangan bagi kami," katanya. Sayangnya, kata dia, pemerintah belum merespons para keluarga korban. "Padahal Presiden Jokowi sudah berjanji menyelesaikan pelanggaran HAM, termasuk Mei 98."

Ruyati mengatakan kegiatan rutin ini juga berguna untuk mengingat para korban yang meninggal. Wanita yang tinggal di Kelurahan Penggilingan, Jakarta Timur ini mengetahui anaknya ikut terbakar di mal lewat siaran televisi. "Dompet dan KTP-nya yang tidak terbakar ditemukan," katanya.

Ketika suami Ruyati, Darwin, mencari mayat Eten, kemeja menjadi penanda. "Dipakainya baju kesayangan bapaknya," kata Ruyati. Baju lengan panjang putih garis-garis kecil itu juga sangat disukai Eten.

REZKI ALVIONITASARI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menteri Yasonna Laoly Minta Masyarakat untuk Terus Mendesak Penuntasan Kasus Kerusuhan Mei 1998

57 hari lalu

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly.
Menteri Yasonna Laoly Minta Masyarakat untuk Terus Mendesak Penuntasan Kasus Kerusuhan Mei 1998

Menteri Hukum dan HAM menerima sejumlah advokat dari TPDI yang meminta penuntasan kasus Kerusuhan Mei 1998.


Amnesty Minta Negara Tak Lupa Usut Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

15 Mei 2023

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Foto: TEMPO | Hilman Faturrahman W
Amnesty Minta Negara Tak Lupa Usut Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

Amnesty International Indonesia meminta pemerintahan mengusut kekerasan seksual dalam Tragedi Kerusuhan Mei 1998.


Jejak Samar Kekerasan Seksual Mei 98 di Surabaya

7 April 2023

Warga yang melakukan penjarahan di toko-toko pada saat kerusuhan Mei 98. RULLY KESUMA
Jejak Samar Kekerasan Seksual Mei 98 di Surabaya

Komnas Perempuan sedang menelusuri jejak kekerasan seksual Mei 1998 di Surabaya.


Dipicu Kekerasan Seksual 1998, Inilah Sejarah Berdirinya Komnas Perempuan

20 Agustus 2022

Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin (kiri) bersama Azriana (tengah) dan Masruchah saat  menggelar konferensi pers terkait tidak disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh DPR RI periode 2014-2019 di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Senin, 1 Oktober 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Dipicu Kekerasan Seksual 1998, Inilah Sejarah Berdirinya Komnas Perempuan

Komnas Perempuan dibentuk sebagai buntut tindak kekerasan terhadap perempuan dalam kerusuhan Mei 1998.


12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Pernah Ditangani Komnas HAM

27 Juli 2022

Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono yang juga Ketua tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mendalami kasus penembakan terhadap Brigadir J oleh Bharada E di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo bersama Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat memberikan keterangan pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat 15 Juli 2022. Kedatangan Wakapolri untuk melakukan pertemun dengan Komnas HAM terkait kasus kasus penembakan terhadap Brigadir J oleh Bharada E. TEMPO/Subekti.
12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Pernah Ditangani Komnas HAM

Selain kasus kematian Brigadir J, Komnas HAM banyak terlibat menangani kasus pelanggaran HAM berat lainnya. Apa saja kasus tersebut?


Catatan 5 Peristiwa Sebelum Soeharto Lengser sebagai Presiden RI

14 Mei 2022

Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat. wikipedia.org
Catatan 5 Peristiwa Sebelum Soeharto Lengser sebagai Presiden RI

Peristiwa 12 sampai 15 Mei 1998 di Jakarta dikenal sebagai Kerusuhan Mei 1998 menjadi satu penyebab Soeharto lengser sebagai Presiden pada 21 Mei 1998


Kronologi Tragedi Kerusuhan 12 - 15 Mei 1998, Gugur 4 Mahasiswa Trisakti

13 Mei 2022

Seorang mahasiswa menabur bunga memperingati tragedi 12 Mei 1998 di kampus Universitas Trisakti, Jakarta (12/5).  ANTARA/Paramayuda
Kronologi Tragedi Kerusuhan 12 - 15 Mei 1998, Gugur 4 Mahasiswa Trisakti

Peristiwa 12 sampai 15 Mei 1998 di Jakarta dikenal sebagai Tragedi Mei 1998. Empat mahasiswa Trisakti tewas ditembak dan timbulnya kerusuhan massa.


Dunia Kecam Kerusuhan Mei 1998, Indonesia Dianggap Gagal Lindungi Warga Negara

14 Mei 2021

Kerusuhan Mei 1998, menjelang Soeharo lengser, berupa amuk massa, pembakaran, penjarahan dan pemerkosaan. Ita Marthadinata, korban pemerkosaan, yang kemudian dibunuh sehari menjelang ia pergi ke PBB untuk sampaikan testimoni. MARIA FRANSISCA
Dunia Kecam Kerusuhan Mei 1998, Indonesia Dianggap Gagal Lindungi Warga Negara

Pemerintahan Indonesia mendapat kecaman keras dari Singapura, Taiwan, Malaysia, Thailand dan Amerika Serikat saat terjadi kerusuhan Mei 1998.


Kerusuhan Mei 1998, Sejarah Kelam Pelanggaran HAM di Indonesia

14 Mei 2021

Massa membalik dan membakar mobil pada kerusuhan tanggal 14 mei 1998 di jalan hasyim ashari, Jakarta [ Bodhi Chandra/ DR; 20000422 ].
Kerusuhan Mei 1998, Sejarah Kelam Pelanggaran HAM di Indonesia

Kerusuhan Mei 1998 jadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia, pelanggaran HAM terjadi secara masif kala itu.


Hujan di Balik Jendela, Kisahkan Pengorbanan dan Ketulusan Cinta

8 Februari 2021

Film Hujan di Balik Jendela. Foto: Falcon Pictures
Hujan di Balik Jendela, Kisahkan Pengorbanan dan Ketulusan Cinta

Selain ceritanya yang bagus, Bio One merasa setiap karakter di film Hujan di Balik Jendela ini punya kerumitan masing-masing yang beragam.